Monday, January 21, 2019
Pedamaran Kota Tikar
Di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), ada satu kecamatan yang di juluki “Kota Tikar”. Namanya Kecamatan Pedamaran.
Julukan ini merujuk kepada mata pencarian sebagian besar warga yang tinggal di sana, yakni menganyam tikar.
Pedamaran terdiri dari 14 desa dan 8 di antaranya merupakan pusat kerajinan tikar.
Seperti Desa Pedamaran 1, Pedamaran 2, Pedamaran III, Pedamaran 4, Pedamaran 5, Pedamaran 6, Menang Raya, dan Lebuh Rarak.
Banyaknya tanaman purun (bahan baku tikar) di kawasan Pedamaran, menjadi potensi penghasilan sendiri bagi warga yang bermukim di kawasan tersebut.
Purun merupan bahan baku utama dalam membuat kerajinan tikar.
Tikar sendiri digunakan untuk alas tidur, alas makan, tempat tidur dan sebagainya.
Purun yang tumbuh secara liar di kawasan rawa, dicabut. Kemudia purun tersebut di potong sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian purun yang telah di potong dijemur di bawah terik matahari, gunanya untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam purun tersebut.
Setelah kering, purun diikat menyatu untuk dipukul dengan alat yang disebut antan alias alu. Supaya purun bisa halus sebelum dianyam.
Agar anyaman purun lebih menarik, diberikan pewarna sesuai dengan kebutuhan.
Biasanya orang Pedamaran lebih dominan dengan warna biru, merah dan kuning.
Setelah dilakukan pewarnaan melalui pencampuran warna dan air yang sudah mendidih, tidak perlu waktu lama.
Cukup dicelupkan purun tersebut sekitar lebih kurang satu menit kemudian angkat dan dijemur lagi supaya warnanya dipastikan melekat di purun tersebut.
Baru setelah proses pewarnaan selesai, purun siap untuk dianyam.
Proses pertama dalam menganyam tikar dengan sebutan netar (membariskan satu persatu purun).
Setelah jumlah purun telah dirasa cukup untuk membuat satu helai tikar maka proses menganyam bisa dilanjutkan.
Setidaknya butuh waktu lima-enam jam untuk menyelesaikan satu anyaman tikar.
Biasanya orang Pedamaran dalam kurun sehari bisa menyelesaikan 2-3 tikar.
Tradisi orang Pedamaran dalam membuat tikar biasanya dilakukan beramai-ramai.
Tempat membuat tikar sendiri di dalam tempat tinggal warga sendiri.
Biasanya untuk satu rumah bisa mencapai lima-enam orang. Istilahnya sendiri lebih akrab dengan sebutan Berambak.
Tujuannya Berambak supaya aktivitas menganyam tidak begitu terasa. Karena biasanya sambil nginco (ngobrol) satu sama yang lainya.
Adapun motif tikar yang dihasilkan seperti tikar jalur (begaris), Sisek Salak (warna warni), motif kotak.
Motif jalur atau begaris membentuk bermotif gambar silang kedua sisi tikar.
Motif sisek salak bewarna warni merah kuning dan biru. Sedangkan motif kotak membentuk kotak-kota kecil di dalam tikar.
Untuk motif sisek salak dan kotak dihargai Rp 35 ribu per helai. Sedangkan motif jalu atau begaris hanya dihargai Rp 15 ribu per helai.
Pemasaran tikar Pedamaran sudah merambah di kota besar seperti Palembang, dan Jabodetabek.
Namun sayang, pemasaran hanya dilakukan oleh personal orang Pedamaran sendiri.
Belum ada UKM yang menangungi hasil karya Urang Diri tersebut ke nusantara.
Belum lagi ada ahli fungsi lahan purun menjadi pusat perkebunan. Sehingga saat ini sudah terasa sulit untuk menemukan bahan baku tikar tersebut.
Nah, bagi anda yang tertarik mengunjungi sentra pengrajin tikar berbahan dasar purun, bisa langsung datang ke Pedamaran.
Di sana anda juga bisa belajar sendiri cara membuatnya.
Sunday, January 20, 2019
Incang Incang pedamaran
Oleh Vebri Al Lintani
Direktur Lembaga Budaya Komunitas Batanghari 9
(KOBAR 9)
Sumatera Selatan menyimpan kekayaan seni budaya lokal yang beragam, meski pun menujukkan kecirian yang sama dengan daerah lain tetapi tetap memiliki ke istimewaan, paling tidak dari sisi bahasa yang dipakai dan irama atau tembang cara menyampaikan sastra tutur tersebut. Dari puluhan suku yang berada di Sumatera Selatan, satu diantaranya adalah Pedamaran yang merupakan bagian dari suku Danau dan menggunakan bahasa Penesak di wilayah kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Suku Danau merupakan salah satu suku selain suku Kayuagung, suku Bengkulah, suku Pegagan Ulu Suku I, suku Danau Teloko, suku Sirah Pulau Padang, suku Jejawi, suku Pampangan, sukuKeman, suku Pangkalanlampan, dan suku Tulungselapan.
Sebagai bagian dari rumpun Melayu, orang Pedamaran juga menggunakan pantun sebagai media menyampaikan isi hati. Pantun di Pedamaran disebut incang-incang dan rendai. Dari sisi bentuk kedua bentuk incang-incang dan rendai tidak ada bedanya dengan pantun, terdiri dari empat baris dalam satu bait, bersajak a-b, a-b, dua baris awal berupa sampiran sedangkan dua baris terakhir merupakan isi. Tetapi adakalanya, dalam satu bait incang-incang merupakan isi semua hanya aturan rimanya tetap sama dengan pantun. Incang-incang seringkali diawali dengan kata incang-incang, misalnya: incang-incang pelanduk/pelanduk bawah rebo/malam-malam tak tiduk/mikirkah tudung gulo (incang-incang peladuk/pelanduk di bawa rebo (tumpukan sampah kayu di sungai/malam-mlam tak tidur/mikirkan tudung gula (tutup stoples gula).
Ditinjau dari jenisnya, menurut penutur Demsi, seorang penutur sastra tutur Pedamaran yang sudah berusia lanjut, incang-incang dibagi 3 jenis, yakni: incang-incang pergaulan, incang-incang nyeding sukat (nasib malang), dan incang-incang tentang kehidupan dan keagamaan. Sedangkan rendai digunakan secara khusus oleh bujang gadis untuk saling sindir pada malam-malam menjelang hari perkawinan, misalnya pada acara ramah tamah atau acara ningkuk dan acara membuat dekorasi di rumah orang yang punya hajat.
Incang-incang pergaulan digunakan oleh muda-mudi atau bujang gadis untuk menyampaikan isi hatinya. Biasanya dipakai jika ada keramaian pesta pernikahan atau hajatan lain ketika berkumpulnya bujang dan gadis.Incang-incang kehidupan dan incang-incang agama ditampilkan dalam acara-acara keagamaan atau diceritakan dalam acara-acara yang terbatas. Sesuai dengan jenisnya incang-incang berguna untuk menyampaikan isi hati, nasihat moral, dan pesan keagamaan.
Penyampaian incang-incang dengan cara dinyanyikan dengan irama tertentu. Bersahut-sahutan antara dua orang atau lebih. Jika incang-incang pergaulan antara bujang gadis, incang-incang keagamaan antara orang tua dengan anak, dan antara dua orang atau lebih pada karakter lainnya.
Penguatan Incang-incang
Sebagai bentuk seni budaya lokal yang menyimpan kearifan, incang-incang dan rendai haruslah mendapat perhatian. Apalagi penggunaan incang-incang dan rendai sudah ditinggalkan oleh masyarakat Pedamaran. Padahal jika dibanding dengan senjang yang masih hidup dan sangat populer di masyarakat Musi Banyu Asin, khusus incang-incang memiliki fungsi dan kekuatan yang sama. Jika senjang disampaikan dengan irama yang menarik, incang-incang pun memiliki irama yang menarik.
Kelebihan senjang dibanding incang-incang adalah iringan musiknya; jika senjang diiringi musik, maka incang-incang tidak. Tetapi untuk kepentingan seni pertunjukan, tidak ada salahnya jika incang-incang diiringi juga dengan musik dan tarian seperti senjang sehingga menarik didengar dan ditonton. Seniman-seniman di Sumatera Selatan, khususnya seniman Pedamaran dapat saja berkreativitas dengan incang-incang.
Irama penuturan incang-incang mudah dipelajari dan saya yakin akan cepat akrab di telinga orang muda. Corak iramanya mirip dengan irama lagu Kaos Lampu yang berasal dari Ogan. Lagu Kaos Lampu sudah dikenal banyak oleh masyarakat Sumsel.
Seperti halnya senjang, incang-incang juga terkadang menampilkan sindiran-sindiran yang jenaka, sehingga dapat digunakan sebagai media komunikasi yang bersifat mendidik (edukatif), pesan-pesan ekonomi, pesan-pesan sosial, dan bahkan pesan politik.
Pembinaan-pembinaan dengan pembentukan sanggar-sanggar seni tradisional atau melalui pendidikan di sekolah menjadi penting dalam rangka pelestarian bentuk-bentuk seni budaya seperti incang-incang dan rendai. Selain itu, kegiatan-kegiatan lomba dan pergelaran-pergelaran seni budaya tradisional juga menjadi bagian yang perlu diagendakan secara maksimal dan terkonsentrasi oleh pemerintah daerah OKI dan pemerintah provinsi Sumatera Selatan. Efek lain dari perhatian terhadap pelestarian seni budaya lokal tentu saja sangat menunjang program wisata dengan label visit musi 2008.
Belajar membuat incang-incang berarti belajar membuat pantun. Jika seseorang terlatih membuat pantun tentu akan mendapatkan banyak manfaat, yakni: pertama akan terlatih berpikir sistematis, karena pantun merupakan kata-kata yang tersusun dan tersturuktur, kedua akan terlatih berpikir indah, karena pantun terdiri dari kalimat-kalimat yang indah, ketiga, akan terlatih berpikir rasional, karena pantun terdiri dari paduan kata yang harus berhubungan satu sama lain, keempat akan terlatih berpikir sublimatif karena untuk menyusun kata yang bermakna seseorang haruslah merenung secara dalam. Dihadapkan dengan situasi serangan budaya materialisme yang kian mendesak saat ini, kearifan lokal seperti hasil-hasil karya sastra tutur semacam ini tentu dapat dijadikan alternatif pendidikan spiritual.
Akhirnya, saya akan menutup tulisan ini dengan cuplikan syair incang-incang nyeding sukat
Incang-incang ke ladang
Ke ladang bungo padi
Nasib bagian kurang
Caro bak aku ini
Bepinto pado Tuhan
Caro bak aku kini
Dari siko kehadapan
Minta ado rezeki
Mencaro di belakang
Butuh sesuap nasi
Meskinyolah tak makan
Tak naro urang nak meri.
Friday, January 18, 2019
Kelempang pedamaran
Mendengar namanya mungkin bagi kebanyakan orang di luar provinsi sumatera selatan sedikit asing. Ya, kelempang, adalah salah satu panganan khas dari daerah pedamaran kabupaten ogan komering ilir. Di daerah lain di luar sumatera selatan makanan ini sering disebut dengan kerupuk, tetapi kenyataannya bentuknya tidak sama dengan kerupuk.
Walaupun dari kampung, kelempang ini sudah terkenal di beberapa kota besar, salah-satunya kota jakarta. Hal ini dikarenakan banyak orang dari daerah pedamaran yang merantau disana hanya untuk berjualan kelempang.
Kelempang dari pedamaran ini sangat unik karena proses pembuatan dan cara memasaknya yang sangat berbeda dengan daerah lain. Kelempang juga memiliki rasa yang sangat gurih dan tidak mengandung kalori. Kelempang pedamaran di buat dengan cara yang sangat sederhana dan unik. proses pemasakan nya dengan menggunakan pasir yang ditetesi minyak sayur yang cukup sedikit. Istilah yang digunakan dalam bahasa pedamaran untuk proses pemasakannya tadi disebut dengan "kicau".
Banyak cara untuk menikmati panganan ini, bagi warga pedamaran biasanya menyantapnya pada saat makan sesuatu yang berkuah seperti, bakso, model, tekwan, bahkan ada yang menyantapnya dengan cuko (sebagai pengganti pempek).
ini lah makanan khas dari pedamaran yang bisa di jadikan buah tangan untuk keluarga, tetangga atau rekan kita yang jauh dari daerah pedamaran khususnya.
- Soal harga tidak akan buat kantong kalian jebol, cukup dengan uang Rp 10.000 sudah bisa mendapatkan 1 kantong kelempang pedamaran, murah kan...?
Historical Pedamaran
Pedamaran adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Indonesia. Penduduknya merupakan suku Penesak dan Bermarga Danau. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Penesak.
Baca selengkapnya !
Wednesday, January 16, 2019
Bingko pedamaran
Pedamaran, sebuah kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Penduduknya merupakan suku Penesak dan Bermarga Danau. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Penesak juga dijuluki “Kota Tikar”, karena mata pencarian sebagian besar warga yang tinggal di sana, yakni menganyam tikar.
Kalau soal makanan memang daerah Pedamaran
terkenal dengan bekasam ikan dan pempek ikan parau. Tapi yang tak kalah menarik adalah bingko atau gunjing yang banyak ditemui di Pedamaran.
Di Palembang, bingko atau gonjeng sering ditemui di perkampungan daerah Seberang Ulu. Namun, daerah Seberang Ilir ada juga yang menjajakan bingko ini. Tepatnya di Jalan Way Hitam lorong Family I Kelurahan Siring Agung Kecamatan Ilir Barat I Palembang. Adalah Gebol Netti yang masih berjualan bingko hingga saat ini.
“Yo tiap hari kito jual gonjeng (bingko) ini di sinilah. Alhamdulillah sejak sejak dulu banyak yang gemar gonjeng ini,” ungkap Gebol Netty sambil menuangkan adonan bingko.
Dikatakan Gebol, cara membuat bingko relatif ini mudah. Untuk bahan hanya membutuhkan tepung beras, santan kelapa, sedikit garam, dan minyak goreng.
"Bahan dicampur jadi satu, kemudian kito masak di semacam plat tembaga berbentuk setengah lingkaran,” jelasnya
Dalam sehari, ia bisa menghabiskan satu kilogram tepung beras, untuk jualan bingko. Walaupun hasilnya tidak begitu banyak, namun ia mengaku senang bisa jualan bingko ini.
"Paling dak wong tahu bukan bekasam be yang terkenal dari Pedamaran. Tapi ado sikok lagi yang terkenal, itulah bingko," ucap dengan khas logat Pedamaran.
Di masyarakat Pedamaran, dalam pembuatan bingko selain menggunakan bahan utama berupa beras dapat juga menggunakan buah pisang yang sudah masak, yang dalam masyarakat Pedamaran disebut 'bingko pisang'.
Tuesday, January 15, 2019
Pekasam
Nama lain dari Bekasam adalah, Sam-sam dan Se-sam. Bekasam adalah makanan yang berupa lauk makan berasal dari fermentasi ikan. Bekasam bagi saya bukanlah makanan asing, karena sejak kecil saya sudah sering memakannya sebagai lauk makan nasi. Saya juga sering melihat Emak membuat Bekasam saat mendapatkan banyak ikan. Bekasam adalah salah satu cara mengawetkan ikan, yang banyak dilakukan oleh orang-orang di kampung saya. Maklumlah, musim ikan di kampung hanya waktu-waktu tertentu saja (musim ikan=musim kemudik).
Pada jaman dahulu, khususnya di daerah Pedamaran tidak banyak orang menjual hasil tangkapan ikan pada saat musim tangkap ikan, karena pada saat musim tangkap ikan semua masyarakat juga memiliki banyak ikan. Tidak juga dijual ke luar kampung karena sulinya transportasi, sementara ikan akan segera busuk jika tidak bisa langsung habis terjual. Pada saat itu belum ada es sebagai pendingin untuk mengawetkan ikan tersebut. Jika musim ikan tiba, biasanya orang-orang di kampung mengolahnya dengan diawetkan. Misalnya di panggang, dibuat ikan asin, dibuat terasi dan dibuat bekasam. Membuat ikan panggang biasanya, terbatas oleh waktu pengolahannya yang lumayan lama dan membutuhkan "tungku" yang lebih luas, jika ikannya banyak maka akan sedikit kerepotan. Pengawetan ikan asin, biasanya terkendala dengan cuaca yang tidak bersahabat dan kebutuhan garam yang banyak. Jika cuaca tidak panas dan kurangnya garam, maka ikan asin tersebut terancam busuk.
Masa musim ikan adalah kesempatan bagi masyarakat kampung untuk menyimpan berbagai hasil pengawetan ikan, sebagai alat memperkuat kekerabatan dengan sesama saudaranya. Artinya hasil pengawetan tersebut (ikan panggang, terasi, ikan asin dan bekasam) dijadikan oleh-oleh/hadiah kepada sanak saudara yang datang dari jauh. Meraka merasa senang jika dapat mengirimkan atau memberi langsung saudaranya yang jauh (lokasinya yang tidak dekat dengan sungai). Mereka menganggap ikan akan sangat berharga bagi mereka yang tidak pernah merasakan musim kemudik.
Berikut adalah pengalaman sukses saya dalam membuat bekasam. Sudah sangat lama tidak makan bekasam, karena tidak ada alasan makan bekasam jika tidak ada yang mengirim dari kampung. Sebulan yang lalu mendapat kiriman bekasam dari bibi yang ada di kampung. Rasanya enak sekali, sampai merasa kurang. Suatu hari saya pergi ke pasar, dan melihat ada yang menjual ikan kampung yang harganya Rp. 5000/ tumpuk (kira-kira 1/2 kg). Melihat tumpukan ikan tersebut teringat dengan olahan Bekasam. Lalu saya membelinya dan akan saya coba membuat Bekasam. Menurut hasil penelitian bahwa Bekasam diduga mempunyai aktivitas antihipertensi karena terbentuknya peptida bioaktif hasil degradasi protein ikan
selama proses fermentasi bekasam*.
Berikut adalah alat dan bahan membuat Bekasam:
alat:
baskom toples dengan tutup yang kencang
bahan:
Ikan kemudik/air tawar 1/2 kg, garam 2 sendok makan, nasi 1 sendok makan
Cara membuat:
bersihkan perut dan kepala ikan.
Tiriskan airnya dan tuangkan ke dalam baskom. masukkan garam dan nasi, aduk hingga merata. semua bahan masukkan dalam toples dan tutup dengan rapat. 3 hari sekali di aduk.10 hari kemudian, Bekasam siap dimasak.
Cara memasak Bekasam Goreng:
Tumis irisan bawang dan cabe (jumlah sesuai dengan selera) dengan minyak goreng, bagi saya semakin banyak bawang dan cabe maka semakin enak Bekasamnya.tuangkan bekasam dari toples sesuai dengan kebutuhan aduk sampai rata, dan terlihat mengering sebagai tanda bekasam sudah siap dihidang.Bekasam lebih enak dimakan jika masih hangat.
Catatan:
rumus membuat bekasam, tidak terlalu banyak garam karena akan meyebabkan rasa pahit terlalu asin.nasi tidak terlalu banyak, karena akan menyebabkan tingginya rasa asamgunakan nasi yang telah dingin, karena menggunakan nasi yang panas akan menyebabkan Bekasam busuk.Bekasam yang jadi, tidak tercium bau busuk.Selain bekasam ikan, pada masyarakatpedamaran juga membuat bekasam telur ikan. Yang membuatnya berbeda dengan bekasam ikan, bekasam telur ikan tidak dicampur dengan nasi tetapi tetap sama proses fermentasinya.
Demikianlah cerita Bekasam yang tetap saja eksis sampai kapanpun.... hehehe selamat mencoba ya :-)
Monday, January 14, 2019
Gangan Gelayan pedamaran
Setiap daerah memiliki kuliner khas sendiri, nah di Pedamaran yang terletak di kabupaten ogan komering ilir provinsi sumatera selatan dikenal memiliki kuliner khas bernama gangan gelayan. Gangan gelayan adalah sejenis sup ikan bercitarasa istimewa. Paduan rasa asam dan segar dengan kuahnya yang berwarna kuning demikian nikmat di lidah. Daging ikannya yang gurih menjadi sajian yang pas sebagai teman sepiring nasi panas.
Dari penampilan kuahnya yang berwarna kuning, sekilas sup ini mirip gulai. Nyatanya ia tidak menggunakan santan. Warna kuning didapat dari warna alami kunyit, salah satu bahan rempah sup ini. Selain kunyit, bahan rempah atau bumbu yang menciptakan cita rasa spesial masakan ini adalah (diantaranya) bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, lengkuas, sereh, kemiri, dan asam.
Ditambahkan pula potongan buah nanas yang tentunya memberi tambahan sensasi berbeda: segar dan asam. Daun salam adalah bumbu pelengkap pamungkas lainnya sebagai penguat aroma. Yang membuat Gangan gelayan pedamaran berbeda dengan gangan dari belitung adalah dimana pada saat memasaknya gangan gelayan ditambahkan dengan beberapa tambahan sayuran seperti potongan labu, kangkung, ubi kayu, jagung, terung, dan kacang panjang (dan terkadang ditambah beberapa sayuran lainnya).
Cara memasaknya adalah semua bahan utama dan bumbu langsung direbus bersama-sama sebab bumbunya tidak ditumis terlebih dulu. Gangan gangan sebaiknya disajikan langsung atau dalam keadaan segar dan masih hangat. Dianjurkan tidak dihangatkan lagi karena biasanya cita rasanya berubah.
Ada beberapa jenis ikan yang biasa dimasak menjadi gangan gelayan. Beberapa yang umum adalah ikan sepat atau ikan tebakang (tembakang).
Gangan gelayan memang masakan khas yang sangat popular dan melegenda di pedamaran. Untuk mencicipi kuliner ini tidaklah mudah, bahkan sangat sulit ditemukan di warung makan yang berada di pedamaran itu sendiri. Disinilah keunikannya, karena kita baru dapat menikmati sajian ini pada saat ada keluarga atau tetangga yang akan mengadakan hajatan pernikahan di daerah pedamaran. Dan uniknya lagi, kita tidak akan menemukan menu ini pada saat resepsi pernikahan karena menu ini disajikan pada saat satu hari sebelumnya (arian petangan). Dan sajian ini akan terasa nikmat bila di makan dengan sambal.
Cugok
Cugok/cuguk kurok adalah sebuah istilah masyarakat Pedamaran yang sedang asyik duduk santai disebuah peristirahatan yang biasanya terbuat dari bambu beratap daun (kurok). Sekilas bangunannya ini mirip dengan gazebo.
Aktifitas ini biasanya dilakukan oleh orang tua atau remaja ketika waktu luang bersama teman kampung sekitar rumah. Kegiatannya berupa dari sekedar ngobrol santai sampai bermain gaplek atau permainan lainnya.
Cugok kurok ini sering dilakukan di waktu sore atau malam hari selepas isya sembari ditemani secangkir kopi dan gorengan.
Tidak diketahui kapan aktifitas ini mulai ada. Tapi jika anda berkunjung ke Desa pedamaran Kab. OKI Sumatera Selatan, kegiatan ini akan banyak ditemui di setiap sudut kampung. Dan menjadi pemandangan yang biasa bagi masyarakat disana. Dan mungkin barangkali hal ini sudah ada pada zaman kemerdekaan Indonesia atau sebelumnya.
Mungkin bagi sebagian orang, hal ini dianggap hal yang kurang bermanfaat. Tapi, bagi saya jika diambil dari makna filosofisnya, hal ini merupakan kegiatan yang mampu menjalin erat rasa kebersamaan antara masyarakat kampung. Yang jika dibandingkan dengan masyarakat kota yang kebanyakan pulang kerja hanya mengurung diri di dalam rumah tanpa mempedulikan tetangga sekitar.
Maka sudah saatnya kita bangkitkan lagi nilai kebersamaan yang saat ini sudah mulai pudar, salah satunya dengan "cugok kurok".
Penulis : hendra w. (Anggota kurok)
Sunday, January 13, 2019
Proses Lelang Lebak Lebung
Melimpahnya kekayaan alam yang dimiliki oleh kecamatan Pedamaran seperti perkebunan dan perikanan serta ditambah beberapa sumberdaya alam lainnya, tak ayal membuat kecamatan ini mulai berkembang. Melimpahnya ikan khususnya yang berada di daerah seperti sungai, lebak dan danau. Ternyata mampu membuat para investor lokal tertarik untuk menginvestasikan uangnya untuk menyewa tempat tempat tersebut kepada pemerintahan kabupaten, yang dalam hal ini dikelola langsung oleh pemerintahan kecamatan. Kegiatan ini dalam masyarakat pedamaran disebut dengan lelang lebak lebung.
Lelang ini biasanya dilaksanakan satu kali dalam setahun, artinya para pemenang lelang diberi waktu selama satu tahun untuk mengelola tempat tersebut supaya mendapatkan hasil yang diinginkan. Proses lelang ini biasanya diumumkan terlebih dahulu kepada para investor lokal, lalu kemudian pelaksanaannya diadakan di kantor milik kecamatan atau desa seperti di balai desa milik pemerintah desa pedamaran 3. Tahap tahap prosedur lelang ini hampir sama dengan proses lelang yang kebanyakan sudah kita ketahui, yaitu pemenang lelang ditentukan oleh penawar yang paling tinggi.
Tapi dalam setiap pekerjaan selalu ada yang namanya resiko kerja, begitu juga bagi para investor ini. Resiko ini berupa sedikitnya hasil tangkapan ikan selama proses pengumpulan ikan (ngesar) dalam setahun. Biasanya, hal ini diakibatkan oleh air pasang yang tidak turun karena ikan bisa di dapatkan ketika air sudah mulai berangsur surut. Pasangnya air bisa juga diakibatkan hujan yang turun terus menerus (musim hujan).
Demikianlah sekelumit cerita tentang lelang lebak lebung yang kini sudah menjadi tradisi tahunan di masyarakat pedamaran.
Thursday, January 10, 2019
Nganyam Tikar Purun
Kerajinan menganyam tikar purun bukan hanya untuk mencari nafkah, tapi juga menjaga tradisi leluhur yang harus dilestarikan sampai kapanpun. Sentra perajin tikar Purun berada di Kecamatan Pedamaran, OKI.
Saat ini kecamatan tertua di OKI sudah terkenal dengan julukan ‘Kota Tikar’. Sebutan kota tikar muncul karena hampir 80% penduduk Pedamaran, berprofesi sebagai perajin tikar dari Purun yang merupakan tumbuhan air rawa-rawa. Kerajianan ini sudah dilakukan sejak turun-temurun.
Kegiatan menganyam tikar menjadi pemandangan sehari-hari yang dilakukan ibu dan gadis remaja hampir di setiap rumah penduduk. Tak heran kota ini disebut sebagai kota tikar. Bagi anak-anak yang masih pemula mereka menganyam dengan penuh keseriusan supaya pola tikar tidak salah. Kelak, kalau sudah terbiasa, mereka mungkin akan melakukannya sambil mengobrol, seperti halnya para ibu penganyam tikar yang sudah mahir.
Tokoh masyarakat Pedamaran, Ediman Kalung mengatakan, menganyam adalah sebuah kegiatan sosial, tempat bertukarnya cerita masyarakat. “Di Pedamaran menganyam sudah menjadi tradisi turun temurun yang diwariskan dan diajarkan kepada anak cucu. Ini (menganyam) juga merupakan kreativitas masyarakat 'Urang Diri' yang memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di Lebak(rawa),” katanya.
Menurut Ediman, anyaman bukan saja menjadi sebuah karya seni, tetapi juga menjadi media komunikasi dan sosialisasi bagi penduduk. Dalam proses mengayam, terjadi saling interaksi baik berupa pertanyaan, guyonan, dan perbincangan ringan yang bertujuan sebagai tali pengikat keakraban sesama.
“Waktu yang digunakan untuk mengayam pun dilakukan saat suhu udara mulai mendingin. Biasanya kegiatan mengayam dilakukan di halaman rumah pada waktu pagi, sore, atau malam hari sambil berkumpul dengan tetangga secara berkelompok,” ujarnya. Dalam proses pembuatan tikar, kata dia, pertama-tama purun diambil dari lebak (rawa) kemudian dijemur di bawah terik matahari hingga berubah warna/kering.
Setelah berubah warna/kering purun ditumbuk supaya permukaannya lebih halus. “Purun yang sudah ditumbuk siap untuk dianyam. Nah, untuk variasi warna, purun yang sudah ditumbuk tadi dimasukkan ke dalam air mendidih yang sudah diberi larutan kesumbo (zat pewarna),” jelasnya.
Ediman melanjutkan, manfaat mengayam tikar, diantaranya dapat membantu pendapatan masyarakat terutama para kaum wanita, kemudian dapat meningkatkan solidaritas antarmasyarakat.
”Pada umumnya masyarakat dari mulai mengambil purun, menumbuk purun, hingga mengayam tikar dilakukan secara bersama-sama, baik antar sanak saudara maupun antartetangga,” tuturnya.
M rohali
Sumber : sindonews.com
Wednesday, January 9, 2019
Penceran (Lomba Kebut Perahu)
Sungai Babatan di Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang merupakan tempat aktivitas sehari hari masyarakat urang diri begitu mempesona dengan tatanan deretan rumah rakit, perahu besar dan kecil tiap hari berlalu lalang di aliran sungainya.
Keindahan sungai babatan inilah yang membuat masyarakat pedamaran menjadikannya salah satu ikon landscape kecamatan Pedamaran. Begitu cintanya dengan sungai ini hampir setiap tahun masyarakat pedamaran mengadakan event yang luar biasa disini. Salah satu yang terkenal adalah lomba kebut perahu atau dalam bahasa lokal disebut penceran. Event tahunan ini mampu menarik hampir seluruh masyarakat Pedamaran berbondong bondong menuju tepian sungai untuk menyaksikan peristiwa ini.
Bahkan event ini tak pernah sepi peminat untuk mendaftarkan diri menjadi peserta lomba. Entah, karena hadiahnya yang menggiurkan atau sebagai ungkapan rasa cinta tanah air. Ya, karena event ini diselenggarakan untuk memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia.
Dalam perlombaan ini garis start dimulai dari Desa Tanjung Nior (hulu) dan garis finishnya terletak di Desa Pedamaran 1 (hilir). Persyaratan lomba biasanya para pengayuh maksimal berjumlah 13 orang dan perahu harus berukuran lebih kurang 9 meter. Pemenang lomba biasanya menerima hadiah berupa hewan ternak seperti sapi atau kerbau selain itu mereka juga menerima tropi dan uang.
Jadi, penceran adalah sebuah tradisi dan budaya asli urang diri yang harus dipertahankan dan dilestarikan karena dapat menjadi suatu ajang untuk berkumpul dan bersilaturahmi bersama masyarakat rantau yang sedang pulang kampung (mudik).
Tenguli Sukorajo
Kecamatan Pedamaran terdiri dari beberapa desa, salah satunya adalah Desa Sukaraja. Dalam kesehariannya masyarakat desa ini mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, dan salah satu yang terkenal sebagai petani air nira pohon enau. Pekerjaan ini menurut penuturan warga setempat telah berlangsung lama, diperkirakan dimulai sejak tahun 1950-an.
Penghasilan dari pekerjaan ini cukup lumayan menguntungkan karena dari air nira (aegh kabung) ini akan diproduksi lagi menjadi gula aren yang dalam bahasa masyarakat sukaraja disebut "Tenguli".
Tenguli adalah pemanis yang dibuat dari nira yang berasal dari tandan bunga jantan pohon enau.
Memang proses memproduksi tenguli ini cukup rumit, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan sehari hari pekerjaan ini dirasa tidak sulit lagi.
Proses Pembuatan :
Bunga jantan pohon enau dikumpulkan terlebih dahulu dalam sebuah bumbung bambu. Untuk mencegah nira mengalami peragian dan nira yang telah mengalami fermentasi tidak bisa dibuat gula, maka ke dalam bumbung bambu tersebut ditambahkan laru atau kawao yang berfungsi sebagai pengawet alami.
Setelah jumlahnya cukup, nira direbus di atas tungku dalam sebuah wajan besar. Kayu terbaik untuk memasak gula aren berasal dari kayu aren yang sudah tua. Karena kalori ini lebih tinggi dari kayu bakar biasa maka proses memasaknya juga lebih cepat. Sekalipun demikian, api tidak juga boleh terlalu besar sampai masuk ke dalam wajan dan menjilat serta membakar gula yang sedang dimasak. Kalau ini terjadi gula akan hangus, rasanya akan pahit dan warnanya menjadi hitam.
Gula aren sudah terbentuk bila nira menjadi pekat, berat ketika diaduk dan kalau diciduk dari wajan dan dituangkan kembali adukan akan putus-putus. Dan kalau tuangkan ke dalam air dingin, cairan pekat ini akan membentuk benang yang tidak putus-putus.
Kalau sudah begitu, adonan diangkat dari tungku dan dicetak.
Dan selesailah proses pembuatan tenguli.
Inilah salah satu kearifan lokal yang harus dipertahankan oleh masyarakat Sukaraja khususnya dan masyarakat Pedamaran pada umumnya.
Penghasilan dari pekerjaan ini cukup lumayan menguntungkan karena dari air nira (aegh kabung) ini akan diproduksi lagi menjadi gula aren yang dalam bahasa masyarakat sukaraja disebut "Tenguli".
Tenguli adalah pemanis yang dibuat dari nira yang berasal dari tandan bunga jantan pohon enau.
Memang proses memproduksi tenguli ini cukup rumit, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan sehari hari pekerjaan ini dirasa tidak sulit lagi.
Proses Pembuatan :
Bunga jantan pohon enau dikumpulkan terlebih dahulu dalam sebuah bumbung bambu. Untuk mencegah nira mengalami peragian dan nira yang telah mengalami fermentasi tidak bisa dibuat gula, maka ke dalam bumbung bambu tersebut ditambahkan laru atau kawao yang berfungsi sebagai pengawet alami.
Setelah jumlahnya cukup, nira direbus di atas tungku dalam sebuah wajan besar. Kayu terbaik untuk memasak gula aren berasal dari kayu aren yang sudah tua. Karena kalori ini lebih tinggi dari kayu bakar biasa maka proses memasaknya juga lebih cepat. Sekalipun demikian, api tidak juga boleh terlalu besar sampai masuk ke dalam wajan dan menjilat serta membakar gula yang sedang dimasak. Kalau ini terjadi gula akan hangus, rasanya akan pahit dan warnanya menjadi hitam.
Gula aren sudah terbentuk bila nira menjadi pekat, berat ketika diaduk dan kalau diciduk dari wajan dan dituangkan kembali adukan akan putus-putus. Dan kalau tuangkan ke dalam air dingin, cairan pekat ini akan membentuk benang yang tidak putus-putus.
Kalau sudah begitu, adonan diangkat dari tungku dan dicetak.
Dan selesailah proses pembuatan tenguli.
Inilah salah satu kearifan lokal yang harus dipertahankan oleh masyarakat Sukaraja khususnya dan masyarakat Pedamaran pada umumnya.
Saturday, January 5, 2019
Prosesi Beterang
Pedamaran adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Pedamaran mempunyai kebudayaan dan adat istiadat tersendiri yang mungkin tidak sama dengan daerah lain. Masyarakat pedamaran memiliki beragam kebudayaan misalkan adat dalam pernikahan, berarak petang, Jidur, beterang, bertunangan dan lain-lain.
Tetapi ada satu hal menarik yang ada didesa pedamaran ini yaitu pada acara sebelum ke pernikahan terdapat suatu adat yang sering di lakukan yaitu adat beterang atau adat beterangan.
Lalu, apa pengertian dari beterang itu sendiri?. Menurut pemuka adat setempat beterang memiliki pengertian sebuah proses peminangan seorang lelaki bujang kepada seorang perempuan gadis dengan melalui P3N atau pemuka adat dan bisa juga kepala desa setempat dengan disaksikan beberapa orang saksi.
Istilah beterang memiliki maksud bahwa menerangkan status seorang bujang dan gadis bahwa mereka sudah memiliki sebuah ikatan yang di ketahui oleh P3N, kepala desa ataupun pemuka adat dan para saksi.
Tujuan dari beterang adalah untuk memberikan sebuah ikatan antara si bujang dan si gadis. Adat beterang ini menurut narasumber kami sudah ada sejak tahun 1950-an.
Adapun tahap-tahap beterang sebagai berikut;
Pertama-tama si pelaku beterang datang kerumah P3N, kepala desa atau pemuka adat (NAIK).
Lalu mereka menceritakan maksud dan tujuan mereka. Kemudian pihak yang dinaiki menyuruh datang orang tua kedua belah pihak. Dari sini, disepakati perjanjian-perjanjian kedepannya.
Dan selesailah prosesi beterang.
Apakah adat beterang dapat dibatalkan? Tentu, apabila pihak dari salah satu orang tua membatalkan perjanjian. Atau salah satu pelaku beterang (baik si bujang atau si gadis) meninggalkan pasangan.
Adat Beterang yang sering di pakai masyarakat pedamaran juga memiliki keunikan tersendiri, keunikanya adalah apabila sudah melakukan adat beterang laki-laki sudah berstatus seperti menantu ke mertua dan sebaliknya, dan pandangan masyarakat terhadap bujang dan gadis yang sudah beterangpun sudah berbeda, adat beterang sangat berbeda dengan bertunangan, seperti yang sering di jalankan masyarakat jaman sekarang.
Bertunangan memiliki sangsi-sangsi yang di pakai tidak begitu berat bagi si pelanggar, bahkan cenderung tidak ada sangsi sama sekali bagi si pelanggar, apabila di bandingkan dengan adat beterangan, ada pula sangsi-sangsi bagi si pelanggar adat beterang ini, mulai dari denda, dikucilkan dan sampai mendapat cemoohan dari masyarakat di desanya sesuai yang di sepakati.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan sekarang ini, tidak semua remaja pedamaran masih melaksanakan adat beterang ini lagi. Tetapi, sebagai warisan tradisi leluhur tidak salahnya kita mempertahankan adat istiadat ini, karena kalau bukan kita, siapa lagi?
Friday, January 4, 2019
Timbangan Pedamaran
Nama adalah pertanyaan pertama yang diajukan apabila kita sedang mencari seseorang di suatu tempat. Tapi, bagaimana jika yang disebut namanya tidak dapat ditemukan padahal alamat yang diberikan sudah benar.
Hal inilah yang sering terjadi di Desa Pedamaran, apalagi yang mencari bukan warga Pedamaran.
Di masyarakat Pedamaran ada sebutan lain untuk nama orang, masyarakat disini menyebutnya julukan atau timbangan.
Julukan dan timbangan adalah dua hal yang berbeda. Julukan biasanya merujuk pada panggilan kecil dari orang tua atau teman. Julukan yang diberikan kepada si anak, biasanya berhubungan dengan peristiwa yang pernah terjadi terhadap si anak. Contohnya, si anak ketika kecil sering ditakut takuti dengan penjara atau kurungan, peristiwa tersebut sering diulang ulang oleh orang tua atau temannya sehingga si anak diberi julukan "Kurung/Kurong".
Sedangkan timbangan adalah sebutan untuk si anak sesuai dengan urutan kelahiran. Umpama si anak adalah anak kelima, maka mendapat timbangan "Cakok/Cakuk".
Jika digabung timbangan dan julukan tadi menjadi "Cakok Kurong". Dan nama ini tidak akan anda temukan di KTP, Surat Nikah, bahkan di Kantor Capil Kabupaten setempat dikarenakan nama sebenarnya adalah Syaiful. Hehe....
Berikut urutan timbangan urang diri :
Jadi, kalau mau mencari teman atau keluarga di Pedamaran, akan lebih baik jika menyebutkan timbangan dan julukannya kepada orang. Selamat mencoba...!
Thursday, January 3, 2019
Jidur Urang diri
Jidur, sebutan yang akrab di telinga para penikmat musik yang ada di Pedamaran. Mungkin sekilas mirip dengan sebutan musik Betawi Tanjidor. Grup musik ini bahkan sudah beberapa kali diundang ke kabupaten lain yang ada di provinsi Sumatera Selatan. Bahkan anak anak perantauan yang ada di kota besar seperti di Jakarta pernah mengundang mereka bermain musik di Monas.
Grup musik jidur ini beranggotakan 8 sampai 12 pemain yang berbeda sesuai dengan alat musik yang dimainkan seperti trumpet (terompet), klarinet, piston, trombone, saxhopone, tuba, simbal, snare drum dan bass drum.
Jidur di Pedamaran biasanya baru bisa dilihat ketika ada acara pernikahan. Tapi, tidak menutup kemungkinan di luar acara tersebut jidur masih dapat kita lihat seperti acara upacara penaikan bendera peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia, karnaval HUT RI, undangan para perantau Pedamaran atau pada event yang lainnya.
Jidur diperkirakan sudah ada pada era 60-an. Beberapa Grup musik jidur yang terkenal saat ini di Pedamaran adalah Duta Suara, Dewa Swara, Sinar Danau, mahkota, dan banyak lagi lainnya.
Seiring berkembangnya zaman, ternyata tidak membuat musik ini menjadi tersingkirkan, beberapa Grup musik jidur bahkan mampu memadukan konsep musik yang berbeda yaitu dengan menambahkan alat musik seperti keyboard elektrik, gitar dan bass sehingga mampu bertransformasi menjadi Jidur modern.
Inilah salah satu warisan budaya masyarakat Pedamaran yang masih lestari. Dan satu hal lagi yang perlu diingat, Grup musik jidur merupakan prospek bisnis yang cukup menggiurkan di Pedamaran. Anda berminat....?
Subscribe to:
Posts (Atom)