Saturday, January 5, 2019

Prosesi Beterang



Indonesia merupakan sebuah masyarakat majemuk yang terdiri atas beraneka ragam masyarakat dan kebudayaan yang secara keseluruhan mempunyai suatu kebudayaan nasional tak terkecuali kebudayaan yang ada di desa Pedamaran.

Pedamaran adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Pedamaran mempunyai kebudayaan dan adat istiadat tersendiri yang mungkin tidak sama dengan daerah lain. Masyarakat pedamaran memiliki beragam kebudayaan misalkan adat dalam pernikahan, berarak petang, Jidur, beterang, bertunangan dan lain-lain.

Tetapi ada satu hal menarik yang ada didesa pedamaran ini yaitu pada acara sebelum ke pernikahan terdapat suatu adat yang sering di lakukan yaitu adat beterang atau adat beterangan.

Lalu, apa pengertian dari beterang itu sendiri?. Menurut pemuka adat setempat beterang memiliki pengertian sebuah proses peminangan seorang lelaki bujang kepada seorang perempuan gadis dengan melalui P3N atau pemuka adat dan bisa juga kepala desa setempat dengan disaksikan beberapa orang saksi.

Istilah beterang memiliki maksud bahwa menerangkan status seorang bujang dan gadis bahwa mereka sudah memiliki sebuah ikatan yang di ketahui oleh P3N, kepala desa ataupun pemuka adat dan para saksi.

Tujuan dari beterang adalah untuk memberikan sebuah ikatan antara si bujang dan si gadis. Adat beterang ini menurut narasumber kami sudah ada sejak tahun 1950-an.

Adapun tahap-tahap beterang sebagai berikut;
Pertama-tama si pelaku beterang datang kerumah P3N, kepala desa atau pemuka adat (NAIK).



Lalu mereka menceritakan maksud dan tujuan mereka. Kemudian pihak yang dinaiki menyuruh datang orang tua kedua belah pihak. Dari sini, disepakati perjanjian-perjanjian kedepannya.



Dan selesailah prosesi beterang.

Apakah adat beterang dapat dibatalkan? Tentu, apabila pihak dari salah satu orang tua membatalkan perjanjian. Atau salah satu pelaku beterang (baik si bujang atau si gadis) meninggalkan pasangan.

Adat Beterang yang sering di pakai masyarakat pedamaran juga memiliki keunikan tersendiri, keunikanya adalah apabila sudah melakukan adat beterang laki-laki sudah berstatus seperti menantu ke mertua dan sebaliknya, dan pandangan masyarakat terhadap bujang dan gadis yang sudah beterangpun sudah berbeda, adat beterang sangat berbeda dengan bertunangan, seperti yang sering di jalankan masyarakat jaman sekarang.
Bertunangan memiliki sangsi-sangsi yang di pakai tidak begitu berat bagi si pelanggar, bahkan cenderung tidak ada sangsi sama sekali bagi si pelanggar, apabila di bandingkan dengan adat beterangan, ada pula sangsi-sangsi bagi si pelanggar adat beterang ini, mulai dari denda, dikucilkan dan sampai mendapat cemoohan dari masyarakat di desanya sesuai yang di sepakati.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan sekarang ini, tidak semua remaja pedamaran masih melaksanakan adat beterang ini lagi. Tetapi, sebagai warisan tradisi leluhur tidak salahnya kita mempertahankan adat istiadat ini, karena kalau bukan kita, siapa lagi?

No comments:

Post a Comment