Showing posts with label Budaya. Show all posts
Showing posts with label Budaya. Show all posts

Sunday, March 3, 2019

TANAMAN PURUN



Purun merupakan jenis tumbuhan rumput yang hidup liar di dekat air atau rawa. Purun juga sering dikatakan sebagai tumbuhan yang sejenis dengan daun pandan yang hidup di sekitar rawa.

Purun biasanya banyak terdapat di provinsi Sumatra Selatan salah satunya di kabupaten Ogan Komering Ilir. Tanaman purun merupakan tanaman liar yang mudah terbakar kalau dalam keadaan kering.

Tanaman purun dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk membuat kerajinan tangan. Salah satu contoh kerajinan tangan yang digunakan dari bahan tanaman purun yaitu tikar, kipas, tas dan lain-lain.




Dalam proses pengolahan purun untuk dijadikan sebagai bahan kerajinan purun harus diolah terlebih dahulu menjadi bahan baku. Cara mengolah purun menjadi bahan baku kerajinan yaitu purun terlebih dahulu dijemur sampai kering, membersihkan kedua ujung purun dengan cara dipotong, purun diberi warna dengan cara direndam ke dalam air panas yang telah diberi warna, setelah diwarnai purun kembali dijemur sampai kering agar warna tidak mudah luntur, pupur ditumbuk agar benar-benar pipih, setelah melewati proses tersebut baru purun benar-benar dapat dijadikan bahan baku.

Beberapa produk kerajinan purun di antaranya adalah tikar purun dan tas bakul.

Sumber : Wikipedia

Sunday, January 20, 2019

Incang Incang pedamaran



Oleh Vebri Al Lintani
Direktur Lembaga Budaya Komunitas Batanghari 9
(KOBAR 9)


Sumatera Selatan menyimpan kekayaan seni budaya lokal yang beragam, meski pun menujukkan kecirian yang sama dengan daerah lain tetapi tetap memiliki ke istimewaan, paling tidak dari sisi bahasa yang dipakai dan irama atau tembang cara menyampaikan sastra tutur tersebut. Dari puluhan suku yang berada di Sumatera Selatan, satu diantaranya adalah Pedamaran yang merupakan bagian dari suku Danau dan menggunakan bahasa Penesak di wilayah kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Suku Danau merupakan salah satu suku selain suku Kayuagung, suku Bengkulah, suku Pegagan Ulu Suku I, suku Danau Teloko, suku Sirah Pulau Padang, suku Jejawi, suku Pampangan, sukuKeman, suku Pangkalanlampan, dan suku Tulungselapan.

Sebagai bagian dari rumpun Melayu, orang Pedamaran juga menggunakan pantun sebagai media menyampaikan isi hati. Pantun di Pedamaran disebut incang-incang dan rendai. Dari sisi bentuk kedua bentuk incang-incang dan rendai tidak ada bedanya dengan pantun, terdiri dari empat baris dalam satu bait, bersajak a-b, a-b, dua baris awal berupa sampiran sedangkan dua baris terakhir merupakan isi. Tetapi adakalanya, dalam satu bait incang-incang merupakan isi semua hanya aturan rimanya tetap sama dengan pantun. Incang-incang seringkali diawali dengan kata incang-incang, misalnya: incang-incang pelanduk/pelanduk bawah rebo/malam-malam tak tiduk/mikirkah tudung gulo (incang-incang peladuk/pelanduk di bawa rebo (tumpukan sampah kayu di sungai/malam-mlam tak tidur/mikirkan tudung gula (tutup stoples gula).

Ditinjau dari jenisnya, menurut penutur Demsi, seorang penutur sastra tutur Pedamaran yang sudah berusia lanjut, incang-incang dibagi 3 jenis, yakni: incang-incang pergaulan, incang-incang nyeding sukat (nasib malang), dan incang-incang tentang kehidupan dan keagamaan. Sedangkan rendai digunakan secara khusus oleh bujang gadis untuk saling sindir pada malam-malam menjelang hari perkawinan, misalnya pada acara ramah tamah atau acara ningkuk dan acara membuat dekorasi di rumah orang yang punya hajat.

Incang-incang pergaulan digunakan oleh muda-mudi atau bujang gadis untuk menyampaikan isi hatinya. Biasanya dipakai jika ada keramaian pesta pernikahan atau hajatan lain ketika berkumpulnya bujang dan gadis.Incang-incang kehidupan dan incang-incang agama ditampilkan dalam acara-acara keagamaan atau diceritakan dalam acara-acara yang terbatas. Sesuai dengan jenisnya incang-incang berguna untuk menyampaikan isi hati, nasihat moral, dan pesan keagamaan.

Penyampaian incang-incang dengan cara dinyanyikan dengan irama tertentu. Bersahut-sahutan antara dua orang atau lebih. Jika incang-incang pergaulan antara bujang gadis, incang-incang keagamaan antara orang tua dengan anak, dan antara dua orang atau lebih pada karakter lainnya.

Penguatan Incang-incang

Sebagai bentuk seni budaya lokal yang menyimpan kearifan, incang-incang dan rendai haruslah mendapat perhatian. Apalagi penggunaan incang-incang dan rendai sudah ditinggalkan oleh masyarakat Pedamaran. Padahal jika dibanding dengan senjang yang masih hidup dan sangat populer di masyarakat Musi Banyu Asin, khusus incang-incang memiliki fungsi dan kekuatan yang sama. Jika senjang disampaikan dengan irama yang menarik, incang-incang pun memiliki irama yang menarik.

Kelebihan senjang dibanding incang-incang adalah iringan musiknya; jika senjang diiringi musik, maka incang-incang tidak. Tetapi untuk kepentingan seni pertunjukan, tidak ada salahnya jika incang-incang diiringi juga dengan musik dan tarian seperti senjang sehingga menarik didengar dan ditonton. Seniman-seniman di Sumatera Selatan, khususnya seniman Pedamaran dapat saja berkreativitas dengan incang-incang.

Irama penuturan incang-incang mudah dipelajari dan saya yakin akan cepat akrab di telinga orang muda. Corak iramanya mirip dengan irama lagu Kaos Lampu yang berasal dari Ogan. Lagu Kaos Lampu sudah dikenal banyak oleh masyarakat Sumsel.

Seperti halnya senjang, incang-incang juga terkadang menampilkan sindiran-sindiran yang jenaka, sehingga  dapat digunakan sebagai media komunikasi yang bersifat mendidik (edukatif), pesan-pesan ekonomi, pesan-pesan sosial, dan bahkan pesan politik.

Pembinaan-pembinaan dengan pembentukan sanggar-sanggar seni tradisional atau melalui pendidikan di sekolah menjadi penting dalam rangka pelestarian bentuk-bentuk seni budaya seperti incang-incang dan rendai. Selain itu, kegiatan-kegiatan lomba dan pergelaran-pergelaran seni budaya tradisional juga menjadi bagian yang perlu diagendakan secara maksimal dan terkonsentrasi oleh pemerintah daerah OKI dan pemerintah provinsi Sumatera Selatan. Efek lain dari perhatian terhadap pelestarian seni budaya lokal tentu saja sangat menunjang program wisata dengan label visit musi 2008.

Belajar membuat incang-incang berarti belajar membuat pantun. Jika seseorang terlatih membuat pantun tentu akan mendapatkan banyak manfaat, yakni: pertama akan terlatih berpikir sistematis, karena pantun merupakan kata-kata yang tersusun dan tersturuktur, kedua akan terlatih berpikir indah, karena pantun terdiri dari kalimat-kalimat yang indah, ketiga, akan terlatih berpikir rasional, karena pantun terdiri dari paduan kata yang harus berhubungan satu sama lain, keempat akan terlatih berpikir sublimatif karena untuk menyusun kata yang bermakna seseorang haruslah merenung secara dalam. Dihadapkan dengan situasi serangan budaya materialisme yang kian mendesak saat ini, kearifan lokal seperti hasil-hasil karya sastra tutur semacam ini tentu dapat dijadikan alternatif pendidikan spiritual.

Akhirnya, saya akan menutup tulisan ini dengan cuplikan syair incang-incang nyeding sukat

Incang-incang ke ladang

Ke ladang bungo padi

Nasib bagian kurang

Caro bak aku ini

Bepinto pado Tuhan

Caro bak aku kini

Dari siko kehadapan

Minta ado rezeki

Mencaro di belakang

Butuh sesuap nasi

Meskinyolah tak makan

Tak naro urang nak meri.



Monday, January 14, 2019

Cugok




Cugok/cuguk kurok adalah sebuah istilah masyarakat Pedamaran yang sedang asyik duduk santai disebuah peristirahatan yang biasanya terbuat dari bambu beratap daun (kurok). Sekilas bangunannya ini mirip dengan gazebo.
Aktifitas ini biasanya dilakukan oleh orang tua atau remaja ketika waktu luang bersama teman kampung sekitar rumah. Kegiatannya berupa dari sekedar ngobrol santai sampai bermain gaplek atau permainan lainnya.
Cugok kurok ini sering dilakukan di waktu sore atau malam hari selepas isya sembari ditemani secangkir kopi dan gorengan.
Tidak diketahui kapan aktifitas ini mulai ada. Tapi jika anda berkunjung ke Desa pedamaran Kab. OKI Sumatera Selatan, kegiatan ini akan banyak ditemui di setiap sudut kampung. Dan menjadi pemandangan yang biasa bagi masyarakat disana. Dan mungkin barangkali hal ini sudah ada pada zaman kemerdekaan Indonesia atau sebelumnya.



Mungkin bagi sebagian orang, hal ini dianggap hal yang kurang bermanfaat. Tapi, bagi saya jika diambil dari makna filosofisnya, hal ini merupakan kegiatan yang mampu menjalin erat rasa kebersamaan antara masyarakat kampung. Yang jika dibandingkan dengan masyarakat kota yang kebanyakan pulang kerja hanya mengurung diri di dalam rumah tanpa mempedulikan tetangga sekitar.
Maka sudah saatnya kita bangkitkan lagi nilai kebersamaan yang saat ini sudah mulai pudar, salah satunya dengan "cugok kurok".

Penulis : hendra w. (Anggota kurok)

Sunday, January 13, 2019

Proses Lelang Lebak Lebung



Melimpahnya kekayaan alam yang dimiliki oleh kecamatan Pedamaran seperti perkebunan dan perikanan serta ditambah beberapa sumberdaya alam lainnya, tak ayal membuat kecamatan ini mulai berkembang. Melimpahnya ikan khususnya yang berada di daerah seperti sungai, lebak dan danau. Ternyata mampu membuat para investor lokal tertarik untuk menginvestasikan uangnya untuk menyewa tempat tempat tersebut kepada pemerintahan kabupaten, yang dalam hal ini dikelola langsung oleh pemerintahan kecamatan. Kegiatan ini dalam masyarakat pedamaran disebut dengan lelang lebak lebung.


Lelang ini biasanya dilaksanakan satu kali dalam setahun, artinya para pemenang lelang diberi waktu selama satu tahun untuk mengelola tempat tersebut supaya mendapatkan hasil yang diinginkan. Proses lelang ini biasanya diumumkan terlebih dahulu kepada para investor lokal, lalu kemudian pelaksanaannya diadakan di kantor milik kecamatan atau desa seperti di balai desa milik pemerintah desa pedamaran 3. Tahap tahap prosedur lelang ini hampir sama dengan proses lelang yang kebanyakan sudah kita ketahui, yaitu pemenang lelang ditentukan oleh penawar yang paling tinggi.



Tapi dalam setiap pekerjaan selalu ada yang namanya resiko kerja, begitu juga bagi para investor ini. Resiko ini berupa sedikitnya hasil tangkapan ikan selama proses pengumpulan ikan (ngesar) dalam setahun. Biasanya, hal ini diakibatkan oleh air pasang yang tidak turun karena ikan bisa di dapatkan ketika air sudah mulai berangsur surut. Pasangnya air bisa juga diakibatkan hujan yang turun terus menerus (musim hujan).



Demikianlah sekelumit cerita tentang lelang lebak lebung yang kini sudah menjadi tradisi tahunan di masyarakat pedamaran.

Thursday, January 10, 2019

Nganyam Tikar Purun



Kerajinan menganyam tikar purun bukan hanya untuk mencari nafkah, tapi juga menjaga tradisi leluhur yang harus dilestarikan sampai kapanpun. Sentra perajin tikar Purun berada di Kecamatan Pedamaran, OKI.



Saat ini kecamatan tertua di OKI sudah terkenal dengan julukan ‘Kota Tikar’. Sebutan kota tikar muncul karena hampir 80% penduduk Pedamaran, berprofesi sebagai perajin tikar dari Purun yang merupakan tumbuhan air rawa-rawa. Kerajianan ini sudah dilakukan sejak turun-temurun.



Kegiatan menganyam tikar menjadi pemandangan sehari-hari yang dilakukan ibu dan gadis remaja hampir di setiap rumah penduduk. Tak heran kota ini disebut sebagai kota tikar. Bagi anak-anak yang masih pemula mereka menganyam dengan penuh keseriusan supaya pola tikar tidak salah. Kelak, kalau sudah terbiasa, mereka mungkin akan melakukannya sambil mengobrol, seperti halnya para ibu penganyam tikar yang sudah mahir.




Tokoh masyarakat Pedamaran, Ediman Kalung mengatakan, menganyam adalah sebuah kegiatan sosial, tempat bertukarnya cerita masyarakat. “Di Pedamaran menganyam sudah menjadi tradisi turun temurun yang diwariskan dan diajarkan kepada anak cucu. Ini (menganyam) juga merupakan kreativitas masyarakat 'Urang Diri' yang memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di Lebak(rawa),” katanya.

Menurut Ediman, anyaman bukan saja menjadi sebuah karya seni, tetapi juga menjadi media komunikasi dan sosialisasi bagi penduduk. Dalam proses mengayam, terjadi saling interaksi baik berupa pertanyaan, guyonan, dan perbincangan ringan yang bertujuan sebagai tali pengikat keakraban sesama.

“Waktu yang digunakan untuk mengayam pun dilakukan saat suhu udara mulai mendingin. Biasanya kegiatan mengayam dilakukan di halaman rumah pada waktu pagi, sore, atau malam hari sambil berkumpul dengan tetangga secara berkelompok,” ujarnya. Dalam proses pembuatan tikar, kata dia, pertama-tama purun diambil dari lebak (rawa) kemudian dijemur di bawah terik matahari hingga berubah warna/kering.



Setelah berubah warna/kering purun ditumbuk supaya permukaannya lebih halus. “Purun yang sudah ditumbuk siap untuk dianyam. Nah, untuk variasi warna, purun yang sudah ditumbuk tadi dimasukkan ke dalam air mendidih yang sudah diberi larutan kesumbo (zat pewarna),” jelasnya.

Ediman melanjutkan, manfaat mengayam tikar, diantaranya dapat membantu pendapatan masyarakat terutama para kaum wanita, kemudian dapat meningkatkan solidaritas antarmasyarakat.



”Pada umumnya masyarakat dari mulai mengambil purun, menumbuk purun, hingga mengayam tikar dilakukan secara bersama-sama, baik antar sanak saudara maupun antartetangga,” tuturnya.

M rohali
Sumber : sindonews.com

Wednesday, January 9, 2019

Penceran (Lomba Kebut Perahu)




Sungai Babatan di Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang merupakan tempat aktivitas sehari hari masyarakat urang diri begitu mempesona dengan tatanan deretan rumah rakit, perahu besar dan kecil tiap hari berlalu lalang di aliran sungainya.
Keindahan sungai babatan inilah yang membuat masyarakat pedamaran menjadikannya salah satu ikon landscape kecamatan Pedamaran. Begitu cintanya dengan sungai ini hampir setiap tahun masyarakat pedamaran mengadakan event yang luar biasa disini. Salah satu yang terkenal adalah lomba kebut perahu atau dalam bahasa lokal disebut penceran. Event tahunan ini mampu menarik hampir seluruh masyarakat Pedamaran berbondong bondong menuju tepian sungai untuk menyaksikan peristiwa ini.



Bahkan event ini tak pernah sepi peminat untuk mendaftarkan diri menjadi peserta lomba. Entah, karena hadiahnya yang menggiurkan atau sebagai ungkapan rasa cinta tanah air. Ya, karena event ini diselenggarakan untuk memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia.
Dalam perlombaan ini garis start dimulai dari Desa Tanjung Nior (hulu) dan garis finishnya terletak di Desa Pedamaran 1 (hilir). Persyaratan lomba biasanya para pengayuh maksimal berjumlah 13 orang dan perahu harus berukuran lebih kurang 9 meter. Pemenang lomba biasanya menerima hadiah berupa hewan ternak seperti sapi atau kerbau selain itu mereka juga menerima tropi dan uang.



Jadi, penceran adalah sebuah tradisi dan budaya asli urang diri yang harus dipertahankan dan dilestarikan karena dapat menjadi suatu ajang untuk berkumpul dan bersilaturahmi bersama masyarakat rantau yang sedang pulang kampung (mudik).


Friday, January 4, 2019

Timbangan Pedamaran




Nama adalah pertanyaan pertama yang diajukan apabila kita sedang mencari seseorang di suatu tempat. Tapi, bagaimana jika yang disebut namanya tidak dapat ditemukan padahal alamat yang diberikan sudah benar.
Hal inilah yang sering terjadi di Desa Pedamaran, apalagi yang mencari bukan warga Pedamaran.
Di masyarakat Pedamaran ada sebutan lain untuk nama orang, masyarakat disini menyebutnya julukan atau timbangan.

Julukan dan timbangan adalah dua hal yang berbeda. Julukan biasanya merujuk pada panggilan kecil dari orang tua atau teman. Julukan yang diberikan kepada si anak, biasanya berhubungan dengan peristiwa yang pernah terjadi terhadap si anak. Contohnya, si anak ketika kecil sering ditakut takuti dengan penjara atau kurungan, peristiwa tersebut sering diulang ulang oleh orang tua atau temannya sehingga si anak diberi julukan "Kurung/Kurong".
Sedangkan timbangan adalah sebutan untuk si anak sesuai dengan urutan kelahiran. Umpama si anak adalah anak kelima, maka mendapat timbangan "Cakok/Cakuk".
Jika digabung timbangan dan julukan tadi menjadi "Cakok Kurong". Dan nama ini tidak akan anda temukan di KTP, Surat Nikah, bahkan di Kantor Capil Kabupaten setempat dikarenakan nama sebenarnya adalah Syaiful. Hehe....

Berikut urutan timbangan urang diri :



Jadi, kalau mau mencari teman atau keluarga di Pedamaran, akan lebih baik jika menyebutkan timbangan dan julukannya kepada orang. Selamat mencoba...!

Thursday, January 3, 2019

Jidur Urang diri



Tanjidor, mendengar namanya mungkin yang terbayang di benak kita adalah sebuah grup musik yang berasal dari Betawi. Tapi kalian jangan salah, ternyata musik ini juga ada di desa Pedamaran. Bahkan musik ini sudah terkenal bukan hanya di desa Pedamaran saja melainkan sampai di tingkat provinsi Sumatera Selatan.

Jidur, sebutan yang akrab di telinga para penikmat musik yang ada di Pedamaran. Mungkin sekilas mirip dengan sebutan musik Betawi Tanjidor. Grup musik ini bahkan sudah beberapa kali diundang ke kabupaten lain yang ada di provinsi Sumatera Selatan. Bahkan anak anak perantauan yang ada di kota besar seperti di Jakarta pernah mengundang mereka bermain musik di Monas.

 Grup musik jidur ini beranggotakan 8 sampai 12 pemain yang berbeda sesuai dengan alat musik yang dimainkan seperti trumpet (terompet), klarinet, piston, trombone, saxhopone, tuba, simbal, snare drum dan bass drum.






Jidur di Pedamaran biasanya baru bisa dilihat ketika ada acara pernikahan. Tapi, tidak menutup kemungkinan di luar acara tersebut jidur masih dapat kita lihat seperti acara upacara penaikan bendera peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia, karnaval HUT RI, undangan para perantau Pedamaran atau pada event yang lainnya.

Jidur diperkirakan sudah ada pada era 60-an. Beberapa Grup musik jidur yang terkenal saat ini di Pedamaran adalah Duta Suara, Dewa Swara, Sinar Danau, mahkota, dan banyak lagi lainnya.

Seiring berkembangnya zaman, ternyata tidak membuat musik ini menjadi tersingkirkan, beberapa Grup musik jidur bahkan mampu memadukan konsep musik yang berbeda yaitu dengan menambahkan alat musik seperti keyboard elektrik, gitar dan bass sehingga mampu bertransformasi menjadi Jidur modern.



Inilah salah satu warisan budaya masyarakat Pedamaran yang masih lestari. Dan satu hal lagi yang perlu diingat, Grup musik jidur merupakan prospek bisnis yang cukup menggiurkan di Pedamaran. Anda berminat....?