Showing posts with label Historis. Show all posts
Showing posts with label Historis. Show all posts

Friday, April 5, 2019

Masjid Pedamaran



Sarana ibadah merupakan salah satu bagian penting dari perkembangan masyarakat Pedamaran. Hal ini tak lepas dari sebagian besar masyarakatnya yang bersifat agamis. Hampir rata-rata penduduk Pedamaran, bahkan dapat dikatakan 99,9% penduduknya beragama Islam.

Jadi, hampir tidak dapat dipungkiri setiap sisi Kota Tikar (julukan Desa Pedamaran) terdapat Masjid dan juga Mushola yang cukup banyak.

Salah satu yang terkenal di desa tersebut adalah Masjid Jami' yang terdapat di desa Pedamaran 2. Karena bisa dikatakan masjid ini adalah ikonnya Desa Pedamaran.

Berikut nama-nama masjid yang ada di desa Pedamaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakatnya.

1. Masjid Syuhada (Tanjung Remas)
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 1 dan didirikan pada tahun 1984.

2. Masjid Jamik
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 2 dan didirikan pada tahun 1980.

3. Masjid Darussalam
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 3 dan didirikan pada tahun 1980.

4. Masjid Darul Qur'an (Sekam Tinggi)
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 4 dan didirikan pada tahun 1998.

5. Masjid Babussalam
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 5 dan didirikan pada tahun 1998.

6. Masjid Nur Halim (lapang bol)
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 6 dan didirikan pada tahun 1982.

7. Masjid Al - Amalia (berang)
Masjid ini bertempat di desa Cinta Jaya dan didirikan pada tahun 1971.

8. Masjid Babul Khoir (Desa Baru)
Masjid ini bertempat di desa Menang Raya dan didirikan pada tahun 1985.

Demikianlah sekilas tentang masjid yang ada di desa Pedamaran. Walaupun masih ada masjid lain yang belum kita sebutkan khususnya di wilayah Kecamatan Pedamaran, akan tetapi kedelapan masjid ini sudah dikenal luas oleh masyarakat Pedamaran dan mewakili landscape-nya Pedamaran.

Mohon direvisi jika ada kekeliruan di ruang komentar .
Sumber :  https://m.dream.co.id/sim/sumatera-selatan/kab-ogan-komering-ilir/pedamaran/alamat_masjid_z_a/

Monday, March 4, 2019

Sejarah Terbentuknya Pedamaran



Berdasarkan sumber yang didapat dari
1. Suluk Abdul Jalil
2. Enan Matalin dalam ‘’ Seminar Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan’’, Pada Tanggal 27 November 1984 di Palembang.
yang terangkum dalam http://iqsanhumaniora.blogspot.co.id/ (Akademisi Humaniora) https://plus.google.com/103287909909643551188/posts

Editor: K.H.O. Gadjahnata & Sri-Edi Swasono, Pedamaran merupakan perkampungan tua yang telah ada bahkan sebelum masehi, penduduknya memiliki kepercayaan, adat dan budaya yang sangat kuat dan khas sebelum Islam tersebar diperkampungan ini. Berikut merupakan lilatur mengenai Pedamaran dari masa ke masa.

Menurut sumber-sumber yang dapat diperoleh mengenai sejarah Sumatera bagian Selatan sebelum abad Masehi, dinyatakan bahwa sejak masa sekitar 300 tahun sebelum Masehi, terdapat tiga buah kerajaan yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda. Pertama, Kerajaan Dempo dengan rajanya yang bergelar Raja Dempu Awang, terletak di daerah Pagaralam sekarang ini (di daerah Gunung Dempo). Kerajaan ini menguasai wilayah Sumatera Selatan bagian Barat. Kedua, Kerajaan Ipuh dengan rajanya yang bergelar Ranggo Laut (Penjaga Laut), terletak di Bukit Batu Tulung Selapan sekarang ini, yang kini termasuk dalam Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Gunung Manumbing di Pulau Bangka. Melihat letak daerah itu, tampak bahwa kerajaan ini menguasai bagian Timur Sumatera bagian Selatan, termasuk Pulau Bangka.

Ketiga, Kerajaan Danau dengan rajanya yang bergelar Tuan Tigo Tanah Danau. Kerajaan ini terletak di sebelah Selatan Sumatera bagian Selatan, yang kini merupakan daerah Lebak atau danau yang bernama Pedamaran. Tempat ini pada masa lalu disebut pula sebagai Pedamaran Marga Danau. mereka mempunyai tiga orang putri yang sangat cantik dan terkenal dengan nama Putri Danau atau Putri Air.

Pada abad ke-6 M, ketiga wilayah ini dikatakan tergabung menjadi satu wilayah karena adanya perkawinan antara raja Dempo, yaitu bergelar Rana Dempu atau Dempu Awang dan raja Ipuh, yaitu bergelar Ronggo Laut, dengan putri-putri kerajaan Danau tersebut di atas. Dengan bersatunya ketiga kerajaan itu, menurut cerita, terbentuklah sebuah kerajaan baru yang disebut kerajaan Danau dan raja yang dipilih untuk memimpinnya adalah Ranggo Laut, yang bergelar Syailendra. Istilah ini berasal dari kata ‘’Sailandarah”, yang pada masa Pedamaran dijelaskan sebagai “ganti tunggu rumah, jalan diam”. Keluarga Syailendra inilah disebut oleh sumber-sumber kerajaan Sriwijaya sebagai keluarga yang juga menguasai Pulau Jawa dan mendirikan Candi Borobudur dan candi-andi lainnya di Jawa. Raja-raja dari keluarga Syailendra, yang dikenal sebagai para penguasa kerajaan Sriwijaya pada abad ke-6 sampai ke-9 M, menurut sumber-sumber tertentu bukanlah dari kerajaan Sriwijaya melainkan dari kerajaan Seribu Daya, yang penduduknya maenganut agama Budha. Sumber-sumber menyatakan bahwa pada abad ke-12 M, yaitu pada tahun 1180 M, suatu kesatuan armada yang terdiri dari empat buah kapal bertolak dari pulau Jawa atas perintah Wali Songo (Wali Sembilan).. Keempat armada tersebut bertolak ke Sumatera Selatan untuk menyiarkan agama Islam di tiga Kerajaan, yaitu kerajaan Dempo, Ipuh dan Danau. Mereka berangkat melalui jalur ke Kuala Lumpur, tidak melalui Selat Malaka. Armada yang berasal dari Banten, dengan nahkoda Empu Ing Sakti Barokatan, berlayar ke arah Timur menuju Ipuh; yang lokasinya adalah Bukit Batu Tulung Selapan sekarang. Mereka juga mengalami hambatan dilanda angin kencang sehingga kapal kehilangan arah. Sebagai akibatnya, mereka tidak menuju ke Timur seperti yang direncanakan semula, melainkan ke Selatan. Disana mereka terdampar di suatu tempat yang dahulu
bernama Pedamaran dan sekarang dikenal sebagai Sekampung atau Pulau Sekampung. Nama ini juga menyatakan bahwa di tempat itulah dahulu para awak dan penumpang kapal mendirikan perkampungan.



Di tempat ini terdapat makam yang dikeramatkan, yang disebut Pedamaran Usang atau Puyang Sekampung. Makam tersebut merupakan makam salah seorang tokoh yang turut dalam kapal. Bernama Syarif Husin Hidayatullah, yang kemudian diangkat menjadi kepala pemerintahan setempat di Pulau Sekampung dan disebut Rio, dengan gelar Rio Minak. Di kampung ini ia mengajarkan agama Islam kepada masyarakat di sekitar danau atau lebak, yang sebelum dan pada masa pemerintahan keluarga Syailendra atau kerajaan Seribu Daya menganut agama Budha dan disebut juga sebagai Pedamaran Budi Kerti. Setelah perkampungan mereka mantap, Syarif Husin Hidayatullah memerintahkan Empu Ing Sakti Barokatan untuk bertolak menuju Jawa melalui daerah yang kini merupakan Lampung. Tujuannya adalah memberitahukan para Wali Sembilan di Jawa bahwa tiga dari keempat armada mereka tidak sampai di sasaran semula, melainkan ke tempat lain akibat musibah yang dialami. Dari uraian di atas tampak bahwa semula agama Islam disiarkan oleh orang-orang Jawa atas perintah Wali Sembilan pada abad ke-12 M, yaitu pada tahun 1180 M. Karena selama bertahun-tahun para Wali Sembilan tak mendengar kabar tentang misi keempat armada tersebut, maka Syarif Hidayatullah yang terkenal sebagai Sunan Gunung Jati di Cirebon memberangkatkan suatu armada lain dikepalai oleh Kholik Hamirullah. Tugasnya adalah mencari keterangan tentang keempat armada terdahulu.

Penamaan Pedamaran Versi Kholik Hamirullah

Kedatangan Armada Kholik Hamirullah ke Sumatera Bagian Selatan Pada tahun 1221 M, armada Kholik Hamirullah bertolak ke Siguntang, Meranjat dan Prabumulih, dan akhirnya ke Sekampung Danau Pedamaran. Di Sekampung beliau dinikahkan dengan anak Rio Minak Usang Sekampung, dan diangkat sebagai Rio dengan gelar Ario Damar, berkedudukan di tempat yang bernama Sesa Baru. Nama Rio Damar inilah yang sesungguhnya menyebabkan terjadinya nama Pedamaran, yang berasal dari kata “Damar” atau pelita, karena ia menyebarkan dan menyiarkan agama Islam kepada para penduduk yang semula menyingkir dari Danau karena tidak bersedia masuk Islam yang diajarkan oleh Syarif Husin Hidayatullah Usang Sekampung. Dalam penyingkiran itu, mereka mendiami daerah di sekitar lebak-lebak dan talang-talang di daerah Pedamaran sekarang, seperti Lebak Teluk Rasau, Lebak Air Hitam dan Lebak Segalauh, juga Tanah Talang yang kini menjadi Pedamaran. Semula tempat itu bernama Talang Lindung Bunyian. Ketika itu, penduduk yang bersangkutan menganut kepercayaan animisme dan sebagian lainnya beragama Budha. Dalam waktu beberapa tahun ketika Kholik Hamirullah atau Rio Damar berada di daerah yang kini bernama Pedamaran, berhubungan antara para wali di Jawa dengan orang Palembang menjadi lebih lancar. Sekitar 5 tahun sesudahnya, datanglah seorang tokoh yang bernama Maulana Hasanudin, penyiar agam Islam dari Banten ke Sumatera bagian Selatan tersebut. Ia mengunjungi para pengikut keempat nahkoda yang berada di Siguntang, Meranjat, Prabumulih dan Danau Pedamaran, dan akhirnya menikah dengan Putri Patih yang berada di Meranjat, yaitu saudara nahkoda Suroh Pati. Menurut sumber-sumber yang diperoleh, dalam pemerintahan Ratu Sinuhun Ning Sakti ini, agama Islam berkembang dengan pesatnya, penyebarannya dari Palembang sampai ke Jambi, Bengkulu, Riau daratan hingga Semenanjung Tanah Melayu. (Sumber : Enan Matalin dalam ‘’ Seminar Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan’’, Pada Tanggal 27 November 1984 di Palembang. Editor: K.H.O. Gadjahnata & Sri-Edi Swasono)

Penamaan Pedamaran Versi Ario Abdillah



Ario Damar adalah ksatria tangguh yang telah teruji kecerdasan dan kesaktiannya dalam menumpas pemberontakan maupun memperbaiki, menata, dan membangun kembali negeri-negeri yang rusak akibat peperangan. la dikenal sebagai negarawan ulung. Ario Damar sejak kecil diasuh oleh uwaknya— kakak kandung ibundanya—seorang pendeta Bhirawatantra Dengan kemampuannya yang luar biasa itu, Ario Damar berhasil mengembalikan Palembang ke pangkuan Majapahit. la mampu menaptakan suasana aman dan tenteram, juga memakmurkan rakyat Palembang. Palembang yang sudah terpuruk ke jurang kebinasaan itu ternyata bisa bangkit lagi. Ketika usianya makin merambat senja, Ario Abdillah (Ario Damar setelah masuk Islam) kemudian memilih tinggal di rumah sederhana di kampung yang dinamakan Pedamaran (artinya kediaman Ario Damar). Dari Pedamaran itulah ia memberitakan kebenaran ajaran Islam. Mula-mula ia menyiarkan ke¬pada penduduk di sekitar Pedamaran. Dulu penduduk di sana terkenal sangat menentang ajaran Islam yang disebarkan oleh Syarif Husin Hidayatullah, bangsawan Arab yang menjadi pemimpin di daerah Usang Sekampung. Namun, di bawah bimbingan Ario Abdillah, penduduk dengan sukarela berkenan memeluk Islam. Begitulah, daerah-daerah kafir seperti Talang Lindung Bunyian, Lebak Teluk Rasau, Lebak Air Hitam, dan Lebak Segalauh telah menjadi perkampungan Muslim. (Sumber : Suluk Abdul Jalil)

Sebetulnya banyak versi mengenai Pedamaran

1. Pedamaran berasal dari orang Meranjat yang mencari getah damar yang patut dipertimbangkan ialah karena tak adanya Pohon damar disekitar Pedamaran sekarang. Berdasaran sumber tadi bahkan dinyatakan bahwa Pedamaran sudah ada bahkan sebelum Masehi. Kesamaan bahasa dengan Meranjat dan beberapa daerah lainnya, dimungkinkan karena memiliki Puyang yang sama dan memang berasal dari suku yan sama. Oleh karena itu perlu diteliti dan dikaji lagi, Puyang yang menghubungkan Meranjat, Tanjung Batu dan Pedamaran, khususnya di era era sebelum penyebaran Islam terjadi.

2. Pedamaran bukan berasal dari Jawa. Perlu dipertimbangkan ialah Kerajaan Danau/ Wilayah danau yang sudah ada sebelum penyebaran Islam. Adapun peran Jawa ialah sama dengan beberapa tempat lainnya seperti disumatera, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaya, bahwa Penyebar Islam yang berasal dari Timur, yang berpergian menyebarkan islam antara Timur Tengah - Champa - Semenanjung Malaya - Sumatera - dan sebaginya, dan Pulau Jawa merupakan tempat menetap dan meninggalnya para pembesar penyebar agama Islam di Nusantara tersebut.

Maaf Apabila ada kesalahan, ini merupakan salah satu referensi penunjang. karena kita sebagai orang pedamaran perlu menelisik lebih lanjut mengenai asal usul suku kita, Sebab itu merupakan identitas berharga pemberian Allah SWT.

Sumber : DATUK KIKIM

Thursday, February 28, 2019

Rumah Rakit Pedamaran



Rumah rakit adalah rumah yang dibangun diatas air. Rumah ini berpondasikan dari bambu sebagai alat pengapung rumah tersebut. Dahulu alat pengapung rumah rakit hanya terbuat dari bambu, namun sekarang sudah ditambahkan alat pengapung tambahan seperti drum dan lainnya.

Karena dibangun diatas air, rumah ini dimaksudkan sebagai rumah anti banjir, hal ini dikarenakan rumah ini mengikuti tingkat ketinggian air.

Dahulu, Rumah ini hanya terdapat di Palembang disekitaran sungai musi dan sebagai salah satu objek wisata di sungai musi. Tetapi sekarang, rumah rakit juga terdapat di Desa Cinta Jaya Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan.


Sejarah Rumah Rakit

Menurut penuturan, konon  rumah-rumah rakit yang dibangun di pinggir-pinggir Sungai Musi dulunya dihuni oleh warga keturunan Tionghoa. Disebut sebagai rumah rakit, karena bentuk dan rupanya memang seperti rakit yang lengkap. Dibangun diatas sungai karena dahulu sungai dianggap sebagai sumber mata pencaharian sekaligus sebagai sumber air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.


Sejarah Rumah Rakit Desa Cinta Jaya

Menyusuri Sungai Babatan di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, menggunakan sampan sungguh menyenangkan. Di tepi sungai berjejer menyerong ratusan rumah yang disebut rumah rakit. Sepintas, rumah-rumah tersebut tampak biasa saja. Namun, setelah diperhatikan secara saksama, baru disadari bahwa rumah-rumah tersebut mengapung di sungai menjadi satu ikatan kampung di atas sungai. 

Kumpulan rumah rakit itu telah berkembang menjadi sebuah desa yang diberi nama Desa Cinta Jaya. Saking banyaknya rumah rakit di desa tersebut, kebanyakan orang mengenal Desa Cinta Jaya sebagai desa "rumah rakit". 

Sebenarnya rumah rakit juga dapat ditemui di Palembang, yaitu di sekitar Jembatan Ampera dan sepanjang Sungai Musi, tetapi jumlahnya tidak sebanyak di Cinta Jaya. 

Bentuk rumah rakit hampir semuanya mirip, yaitu atap seng berbentuk limas dengan dinding kayu. Pemilihan atap seng ada alasannya, supaya bobot rumah menjadi ringan. Rumah-rumah rakit itu juga memiliki beranda dan "halaman" depan yang biasanya digunakan untuk menjemur kerupuk dan menambatkan perahu. Bagian dalam rumah rakit biasanya terdiri dari ruang tamu, ruang tengah yang berfungsi ganda sebagai ruang makan dan ruang keluarga, dua kamar tidur, dan dapur, sedangkan jamban terletak di belakang rumah terpisah dari rumah rakit. Rumah rakit tidak menggunakan pilar satu pun. Supaya tidak hanyut, beberapa rumah rakit diikat jadi satu, lalu diikat dengan tambang ke pohon kelapa yang tumbuh di tepi sungai.

Persoalan yang dihadapi, warga mulai enggan tinggal di rumah rakit. Penyebabnya, biaya perawatan rumah rakit mahal. Harga bambu yang menjadi komponen utama rumah rakit terus melonjak. Tinggal di rumah rakit tak lagi ekonomis. 

 

Untuk menelusuri sejarah rumah rakit di Desa Cinta Jaya, salah satu sumber yang akurat adalah sesepuh desa tersebut, yaitu Kiagus H Abdul Roni (84). Meskipun sudah berusia lanjut, Abdul Roni masih tampak segar bugar. Pendengaran maupun bicaranya masih jelas. 

Abdul Roni mengisahkan, pada awalnya Desa Cinta Jaya bukan kampung, tetapi hanya terdiri atas beberapa rumah rakit yang mulai didirikan sekitar tahun 1904. Para pendiri rumah rakit adalah penduduk Palembang yang kerap berdagang melalui Sungai Babatan. Sungai itu merupakan penghubung antara Palembang, Ogan Komering Ilir, dan Lampung.

Lama-kelamaan kumpulan rumah rakit itu menjadi perkampungan. Sebelum tahun 1950, perkampungan itu bernama Pedamaran I Rakit, kemudian berubah menjadi Desa Cinta Jaya. "Nama Cinta Jaya diusulkan oleh warga. Cinta artinya setiap orang yang datang ke sini enggan pulang, lalu mereka menemukan kejayaan di sini," kata Abdul Roni. 

Menurut Abdul Roni, dulu warga Desa Cinta Jaya yang keturunan Palembang tidak akur dengan warga Pedamaran yang tinggal di seberang sungai. Warga Desa Cinta Jaya menjadi komunitas eksklusif. Kaum perempuan dipingit sejak remaja sampai menikah dan terlarang dinikahi laki-laki Pedamaran. Baru pada tahun 1960-an terjadi perkawinan campuran antara warga Cinta Jaya dan warga luar, termasuk warga Pedamaran. Interaksi semakin intens ketika dibangun jembatan yang menghubungkan Cinta Jaya dengan Pedamaran. 

Perbedaan latar belakang budaya dan profesi diduga menyebabkan kedua komunitas tersebut tidak akur. Warga Pedamaran umumnya petani, sedangkan warga Cinta Jaya umumnya pedagang. Sampai sekarang nama-nama warga Cinta Jaya masih menggunakan nama gelar kebangsawanan Kesultanan Palembang, seperti raden, masagus, kemas, dan kiagus untuk laki-laki dan raden ajeng, masayu, nyimas, dan nyayu untuk perempuan. 

Sebagian besar warga Cinta Jaya sekarang berprofesi sebagai pembuat kerupuk dan petani karet. 

Saat ini Abdul Roni adalah satu-satunya saksi hidup yang mengalami masa kejayaan rumah rakit. Pada tahun 1970-an, jumlah rumah rakit mencapai 300-an, sekarang merosot tinggal 100-an karena mahalnya biaya merawat rumah rakit. "Dulu semua rumah rakit diikat jadi satu supaya kuat. Dari ujung ke ujung panjangnya dua kilometer. Kita bisa naik sepeda dari ujung ke ujung. Bahkan ada pasar terapung di sungai, tapi sekarang tidak ada lagi," kata Abdul Roni mengenang masa lalu. 

Meski menjadi sesepuh, Abdul Roni tak kuasa mempertahankan rumah rakitnya dan harus mengalah pada tuntutan ekonomi. Dua tahun lalu Abdul Roni terpaksa membongkar rumah rakitnya dan mendirikan rumah di atas tanah tak jauh dari bekas lokasi rumah rakitnya. Kemas Abdurohim (72), mantan perangkat Desa Cinta Jaya, membenarkan asal-usul desa rumah rakit tersebut adalah orang-orang Palembang. Akan tetapi, semakin banyak warga yang membongkar rumah rakitnya lalu membangun rumah di darat.

Sumber: Kompas



Monday, January 21, 2019

Pedamaran Kota Tikar



Di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), ada satu kecamatan yang di juluki “Kota Tikar”. Namanya Kecamatan Pedamaran.
Julukan ini merujuk kepada mata pencarian sebagian besar warga yang tinggal di sana, yakni menganyam tikar.
Pedamaran terdiri dari 14 desa dan 8 di antaranya merupakan pusat kerajinan tikar.

Seperti Desa Pedamaran 1, Pedamaran 2, Pedamaran III, Pedamaran 4, Pedamaran 5, Pedamaran 6, Menang Raya, dan Lebuh Rarak.

Banyaknya tanaman purun (bahan baku tikar) di kawasan Pedamaran, menjadi potensi penghasilan sendiri bagi warga yang bermukim di kawasan tersebut.
Purun merupan bahan baku utama dalam membuat kerajinan tikar.



Tikar sendiri digunakan untuk alas tidur, alas makan, tempat tidur dan sebagainya.
Purun yang tumbuh secara liar di kawasan rawa, dicabut. Kemudia purun tersebut di potong sesuai dengan kebutuhan.

Kemudian purun yang telah di potong dijemur di bawah terik matahari, gunanya untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam purun tersebut.



Setelah kering, purun diikat menyatu untuk dipukul dengan alat yang disebut antan alias alu. Supaya purun bisa halus sebelum dianyam.



Agar anyaman purun lebih menarik, diberikan pewarna sesuai dengan kebutuhan.

Biasanya orang Pedamaran lebih dominan dengan warna biru, merah dan kuning.

Setelah dilakukan pewarnaan melalui pencampuran warna dan air yang sudah mendidih, tidak perlu waktu lama.



Cukup dicelupkan purun tersebut sekitar lebih kurang satu menit kemudian angkat dan dijemur lagi supaya warnanya dipastikan melekat di purun tersebut.

Baru setelah proses pewarnaan selesai, purun siap untuk dianyam.

Proses pertama dalam menganyam tikar dengan sebutan netar (membariskan satu persatu purun).

Setelah jumlah purun telah dirasa cukup untuk membuat satu helai tikar maka proses menganyam bisa dilanjutkan.

Setidaknya butuh waktu lima-enam jam untuk menyelesaikan satu anyaman tikar.

Biasanya orang Pedamaran dalam kurun sehari bisa menyelesaikan 2-3 tikar.

Tradisi orang Pedamaran dalam membuat tikar biasanya dilakukan beramai-ramai.



Tempat membuat tikar sendiri di dalam tempat tinggal warga sendiri.
Biasanya untuk satu rumah bisa mencapai lima-enam orang. Istilahnya sendiri lebih akrab dengan sebutan Berambak.
Tujuannya Berambak supaya aktivitas menganyam tidak begitu terasa. Karena biasanya sambil nginco (ngobrol) satu sama yang lainya.
Adapun motif tikar yang dihasilkan seperti tikar jalur (begaris), Sisek Salak (warna warni), motif kotak.

Motif jalur atau begaris membentuk bermotif gambar silang kedua sisi tikar.

Motif sisek salak bewarna warni merah kuning dan biru. Sedangkan motif kotak membentuk kotak-kota kecil di dalam tikar.

Untuk motif sisek salak dan kotak dihargai Rp 35 ribu per helai. Sedangkan motif jalu atau begaris hanya dihargai Rp 15 ribu per helai.



Pemasaran tikar Pedamaran sudah merambah di kota besar seperti Palembang, dan Jabodetabek.

Namun sayang, pemasaran hanya dilakukan oleh personal orang Pedamaran sendiri.

Belum ada UKM yang menangungi hasil karya Urang Diri tersebut ke nusantara.

Belum lagi ada ahli fungsi lahan purun menjadi pusat perkebunan. Sehingga saat ini sudah terasa sulit untuk menemukan bahan baku tikar tersebut.

Nah, bagi anda yang tertarik mengunjungi sentra pengrajin tikar berbahan dasar purun, bisa langsung datang ke Pedamaran.

Di sana anda juga bisa belajar sendiri cara membuatnya.

Friday, January 18, 2019

Historical Pedamaran



Pedamaran adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Indonesia. Penduduknya merupakan suku Penesak dan Bermarga Danau. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Penesak.
Baca selengkapnya !