Monday, November 18, 2019

Danau Teluk Rasau Pedamaran



Ogan Komering Ilir atau yang sering dikenal OKI adalah nama salah satu kabupaten di Sumatera Selatan di Indonesia yang beribukotakan Kayu Agung. Kabupaten OKI memiliki 18 kecamatan 13 kelurahan dan 314 desa. Di daerah ini memiliki iklim tropis basah. Wilayah pesisir Pantai Timur terdiri dari Kecamatan Air Sugihan, Sungai Menang dan Kecamatan Cengal. Banyak sekali destinasi wisata Ogan Komering Ilir jika Anda ingin melakukan eksplorasi wisata.

Beberapa wisatawan juga telah mengunjungi meskipun belum banyak yang melakukan wisata ke daerah tersebut. Justru Karena masih jarang wisatawan menjadikan wisata ini masih asri. Berbagai tempat wisata yang ada di daerah Ogan Komering Ilir bisa menjadi rekomendasi untuk Anda. Diantaranya terdapat Danau Teluk Rasau, Danau Teloko, Dana Teluk Gelam, Pantai Tanjung Menjangan, Pulau Maspari, rumah adat di kayuagung, dan rumah limas seratus tiang. Destinasi wisata yang ada di daerah Ogan Komering Ilir cukup beragam sekali. Dibawah ini adalah deskripsi destinasi wisata Ogan Komering Ilir beserta keindahannya untuk Anda.



Danau Teluk Rasau merupakan destinasi wisata Ogan Komering Ilir yang terletak di Dusun Damarsari (Sukapulih 2) Desa Menang Raya Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir. Wisata Danau Teluk Rasau ini menawarkan kesejukan dan keindahan untuk Anda wisatawan yang menyukai suasana yang tenang. Anda juga dapat melepas penat Anda di Danai Teluk Rasau dengan hawanya yang sejuk dan aliran air yang jernih. Suasana alamnya masih asri dengan tumbahan rerumputan dan pepohonan yang tumbuh mengeliling danau ini.

Danau Teluk Rasau memiliki keunikan tersendiri dari danau lain yang ada di Kab OKI, selain kejernian airnya sehingga ikan yang hidup liar dapat dengan muda terlihat di bibir danau, juga memiliki pasir putih seperti pantai.

Inilah salah satu aset wisata berharga yang dimiliki Kecamatan Pedamaran, semoga kita mampu menjaga, merawat serta melestarikannya. Salah satu cara termudah untuk menjaganya adalah dengan tidak membuang sampah di sekitar danau.




Friday, April 5, 2019

Masjid Pedamaran



Sarana ibadah merupakan salah satu bagian penting dari perkembangan masyarakat Pedamaran. Hal ini tak lepas dari sebagian besar masyarakatnya yang bersifat agamis. Hampir rata-rata penduduk Pedamaran, bahkan dapat dikatakan 99,9% penduduknya beragama Islam.

Jadi, hampir tidak dapat dipungkiri setiap sisi Kota Tikar (julukan Desa Pedamaran) terdapat Masjid dan juga Mushola yang cukup banyak.

Salah satu yang terkenal di desa tersebut adalah Masjid Jami' yang terdapat di desa Pedamaran 2. Karena bisa dikatakan masjid ini adalah ikonnya Desa Pedamaran.

Berikut nama-nama masjid yang ada di desa Pedamaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakatnya.

1. Masjid Syuhada (Tanjung Remas)
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 1 dan didirikan pada tahun 1984.

2. Masjid Jamik
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 2 dan didirikan pada tahun 1980.

3. Masjid Darussalam
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 3 dan didirikan pada tahun 1980.

4. Masjid Darul Qur'an (Sekam Tinggi)
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 4 dan didirikan pada tahun 1998.

5. Masjid Babussalam
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 5 dan didirikan pada tahun 1998.

6. Masjid Nur Halim (lapang bol)
Masjid ini bertempat di desa Pedamaran 6 dan didirikan pada tahun 1982.

7. Masjid Al - Amalia (berang)
Masjid ini bertempat di desa Cinta Jaya dan didirikan pada tahun 1971.

8. Masjid Babul Khoir (Desa Baru)
Masjid ini bertempat di desa Menang Raya dan didirikan pada tahun 1985.

Demikianlah sekilas tentang masjid yang ada di desa Pedamaran. Walaupun masih ada masjid lain yang belum kita sebutkan khususnya di wilayah Kecamatan Pedamaran, akan tetapi kedelapan masjid ini sudah dikenal luas oleh masyarakat Pedamaran dan mewakili landscape-nya Pedamaran.

Mohon direvisi jika ada kekeliruan di ruang komentar .
Sumber :  https://m.dream.co.id/sim/sumatera-selatan/kab-ogan-komering-ilir/pedamaran/alamat_masjid_z_a/

Monday, March 4, 2019

Sejarah Terbentuknya Pedamaran



Berdasarkan sumber yang didapat dari
1. Suluk Abdul Jalil
2. Enan Matalin dalam ‘’ Seminar Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan’’, Pada Tanggal 27 November 1984 di Palembang.
yang terangkum dalam http://iqsanhumaniora.blogspot.co.id/ (Akademisi Humaniora) https://plus.google.com/103287909909643551188/posts

Editor: K.H.O. Gadjahnata & Sri-Edi Swasono, Pedamaran merupakan perkampungan tua yang telah ada bahkan sebelum masehi, penduduknya memiliki kepercayaan, adat dan budaya yang sangat kuat dan khas sebelum Islam tersebar diperkampungan ini. Berikut merupakan lilatur mengenai Pedamaran dari masa ke masa.

Menurut sumber-sumber yang dapat diperoleh mengenai sejarah Sumatera bagian Selatan sebelum abad Masehi, dinyatakan bahwa sejak masa sekitar 300 tahun sebelum Masehi, terdapat tiga buah kerajaan yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda. Pertama, Kerajaan Dempo dengan rajanya yang bergelar Raja Dempu Awang, terletak di daerah Pagaralam sekarang ini (di daerah Gunung Dempo). Kerajaan ini menguasai wilayah Sumatera Selatan bagian Barat. Kedua, Kerajaan Ipuh dengan rajanya yang bergelar Ranggo Laut (Penjaga Laut), terletak di Bukit Batu Tulung Selapan sekarang ini, yang kini termasuk dalam Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Gunung Manumbing di Pulau Bangka. Melihat letak daerah itu, tampak bahwa kerajaan ini menguasai bagian Timur Sumatera bagian Selatan, termasuk Pulau Bangka.

Ketiga, Kerajaan Danau dengan rajanya yang bergelar Tuan Tigo Tanah Danau. Kerajaan ini terletak di sebelah Selatan Sumatera bagian Selatan, yang kini merupakan daerah Lebak atau danau yang bernama Pedamaran. Tempat ini pada masa lalu disebut pula sebagai Pedamaran Marga Danau. mereka mempunyai tiga orang putri yang sangat cantik dan terkenal dengan nama Putri Danau atau Putri Air.

Pada abad ke-6 M, ketiga wilayah ini dikatakan tergabung menjadi satu wilayah karena adanya perkawinan antara raja Dempo, yaitu bergelar Rana Dempu atau Dempu Awang dan raja Ipuh, yaitu bergelar Ronggo Laut, dengan putri-putri kerajaan Danau tersebut di atas. Dengan bersatunya ketiga kerajaan itu, menurut cerita, terbentuklah sebuah kerajaan baru yang disebut kerajaan Danau dan raja yang dipilih untuk memimpinnya adalah Ranggo Laut, yang bergelar Syailendra. Istilah ini berasal dari kata ‘’Sailandarah”, yang pada masa Pedamaran dijelaskan sebagai “ganti tunggu rumah, jalan diam”. Keluarga Syailendra inilah disebut oleh sumber-sumber kerajaan Sriwijaya sebagai keluarga yang juga menguasai Pulau Jawa dan mendirikan Candi Borobudur dan candi-andi lainnya di Jawa. Raja-raja dari keluarga Syailendra, yang dikenal sebagai para penguasa kerajaan Sriwijaya pada abad ke-6 sampai ke-9 M, menurut sumber-sumber tertentu bukanlah dari kerajaan Sriwijaya melainkan dari kerajaan Seribu Daya, yang penduduknya maenganut agama Budha. Sumber-sumber menyatakan bahwa pada abad ke-12 M, yaitu pada tahun 1180 M, suatu kesatuan armada yang terdiri dari empat buah kapal bertolak dari pulau Jawa atas perintah Wali Songo (Wali Sembilan).. Keempat armada tersebut bertolak ke Sumatera Selatan untuk menyiarkan agama Islam di tiga Kerajaan, yaitu kerajaan Dempo, Ipuh dan Danau. Mereka berangkat melalui jalur ke Kuala Lumpur, tidak melalui Selat Malaka. Armada yang berasal dari Banten, dengan nahkoda Empu Ing Sakti Barokatan, berlayar ke arah Timur menuju Ipuh; yang lokasinya adalah Bukit Batu Tulung Selapan sekarang. Mereka juga mengalami hambatan dilanda angin kencang sehingga kapal kehilangan arah. Sebagai akibatnya, mereka tidak menuju ke Timur seperti yang direncanakan semula, melainkan ke Selatan. Disana mereka terdampar di suatu tempat yang dahulu
bernama Pedamaran dan sekarang dikenal sebagai Sekampung atau Pulau Sekampung. Nama ini juga menyatakan bahwa di tempat itulah dahulu para awak dan penumpang kapal mendirikan perkampungan.



Di tempat ini terdapat makam yang dikeramatkan, yang disebut Pedamaran Usang atau Puyang Sekampung. Makam tersebut merupakan makam salah seorang tokoh yang turut dalam kapal. Bernama Syarif Husin Hidayatullah, yang kemudian diangkat menjadi kepala pemerintahan setempat di Pulau Sekampung dan disebut Rio, dengan gelar Rio Minak. Di kampung ini ia mengajarkan agama Islam kepada masyarakat di sekitar danau atau lebak, yang sebelum dan pada masa pemerintahan keluarga Syailendra atau kerajaan Seribu Daya menganut agama Budha dan disebut juga sebagai Pedamaran Budi Kerti. Setelah perkampungan mereka mantap, Syarif Husin Hidayatullah memerintahkan Empu Ing Sakti Barokatan untuk bertolak menuju Jawa melalui daerah yang kini merupakan Lampung. Tujuannya adalah memberitahukan para Wali Sembilan di Jawa bahwa tiga dari keempat armada mereka tidak sampai di sasaran semula, melainkan ke tempat lain akibat musibah yang dialami. Dari uraian di atas tampak bahwa semula agama Islam disiarkan oleh orang-orang Jawa atas perintah Wali Sembilan pada abad ke-12 M, yaitu pada tahun 1180 M. Karena selama bertahun-tahun para Wali Sembilan tak mendengar kabar tentang misi keempat armada tersebut, maka Syarif Hidayatullah yang terkenal sebagai Sunan Gunung Jati di Cirebon memberangkatkan suatu armada lain dikepalai oleh Kholik Hamirullah. Tugasnya adalah mencari keterangan tentang keempat armada terdahulu.

Penamaan Pedamaran Versi Kholik Hamirullah

Kedatangan Armada Kholik Hamirullah ke Sumatera Bagian Selatan Pada tahun 1221 M, armada Kholik Hamirullah bertolak ke Siguntang, Meranjat dan Prabumulih, dan akhirnya ke Sekampung Danau Pedamaran. Di Sekampung beliau dinikahkan dengan anak Rio Minak Usang Sekampung, dan diangkat sebagai Rio dengan gelar Ario Damar, berkedudukan di tempat yang bernama Sesa Baru. Nama Rio Damar inilah yang sesungguhnya menyebabkan terjadinya nama Pedamaran, yang berasal dari kata “Damar” atau pelita, karena ia menyebarkan dan menyiarkan agama Islam kepada para penduduk yang semula menyingkir dari Danau karena tidak bersedia masuk Islam yang diajarkan oleh Syarif Husin Hidayatullah Usang Sekampung. Dalam penyingkiran itu, mereka mendiami daerah di sekitar lebak-lebak dan talang-talang di daerah Pedamaran sekarang, seperti Lebak Teluk Rasau, Lebak Air Hitam dan Lebak Segalauh, juga Tanah Talang yang kini menjadi Pedamaran. Semula tempat itu bernama Talang Lindung Bunyian. Ketika itu, penduduk yang bersangkutan menganut kepercayaan animisme dan sebagian lainnya beragama Budha. Dalam waktu beberapa tahun ketika Kholik Hamirullah atau Rio Damar berada di daerah yang kini bernama Pedamaran, berhubungan antara para wali di Jawa dengan orang Palembang menjadi lebih lancar. Sekitar 5 tahun sesudahnya, datanglah seorang tokoh yang bernama Maulana Hasanudin, penyiar agam Islam dari Banten ke Sumatera bagian Selatan tersebut. Ia mengunjungi para pengikut keempat nahkoda yang berada di Siguntang, Meranjat, Prabumulih dan Danau Pedamaran, dan akhirnya menikah dengan Putri Patih yang berada di Meranjat, yaitu saudara nahkoda Suroh Pati. Menurut sumber-sumber yang diperoleh, dalam pemerintahan Ratu Sinuhun Ning Sakti ini, agama Islam berkembang dengan pesatnya, penyebarannya dari Palembang sampai ke Jambi, Bengkulu, Riau daratan hingga Semenanjung Tanah Melayu. (Sumber : Enan Matalin dalam ‘’ Seminar Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan’’, Pada Tanggal 27 November 1984 di Palembang. Editor: K.H.O. Gadjahnata & Sri-Edi Swasono)

Penamaan Pedamaran Versi Ario Abdillah



Ario Damar adalah ksatria tangguh yang telah teruji kecerdasan dan kesaktiannya dalam menumpas pemberontakan maupun memperbaiki, menata, dan membangun kembali negeri-negeri yang rusak akibat peperangan. la dikenal sebagai negarawan ulung. Ario Damar sejak kecil diasuh oleh uwaknya— kakak kandung ibundanya—seorang pendeta Bhirawatantra Dengan kemampuannya yang luar biasa itu, Ario Damar berhasil mengembalikan Palembang ke pangkuan Majapahit. la mampu menaptakan suasana aman dan tenteram, juga memakmurkan rakyat Palembang. Palembang yang sudah terpuruk ke jurang kebinasaan itu ternyata bisa bangkit lagi. Ketika usianya makin merambat senja, Ario Abdillah (Ario Damar setelah masuk Islam) kemudian memilih tinggal di rumah sederhana di kampung yang dinamakan Pedamaran (artinya kediaman Ario Damar). Dari Pedamaran itulah ia memberitakan kebenaran ajaran Islam. Mula-mula ia menyiarkan ke¬pada penduduk di sekitar Pedamaran. Dulu penduduk di sana terkenal sangat menentang ajaran Islam yang disebarkan oleh Syarif Husin Hidayatullah, bangsawan Arab yang menjadi pemimpin di daerah Usang Sekampung. Namun, di bawah bimbingan Ario Abdillah, penduduk dengan sukarela berkenan memeluk Islam. Begitulah, daerah-daerah kafir seperti Talang Lindung Bunyian, Lebak Teluk Rasau, Lebak Air Hitam, dan Lebak Segalauh telah menjadi perkampungan Muslim. (Sumber : Suluk Abdul Jalil)

Sebetulnya banyak versi mengenai Pedamaran

1. Pedamaran berasal dari orang Meranjat yang mencari getah damar yang patut dipertimbangkan ialah karena tak adanya Pohon damar disekitar Pedamaran sekarang. Berdasaran sumber tadi bahkan dinyatakan bahwa Pedamaran sudah ada bahkan sebelum Masehi. Kesamaan bahasa dengan Meranjat dan beberapa daerah lainnya, dimungkinkan karena memiliki Puyang yang sama dan memang berasal dari suku yan sama. Oleh karena itu perlu diteliti dan dikaji lagi, Puyang yang menghubungkan Meranjat, Tanjung Batu dan Pedamaran, khususnya di era era sebelum penyebaran Islam terjadi.

2. Pedamaran bukan berasal dari Jawa. Perlu dipertimbangkan ialah Kerajaan Danau/ Wilayah danau yang sudah ada sebelum penyebaran Islam. Adapun peran Jawa ialah sama dengan beberapa tempat lainnya seperti disumatera, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaya, bahwa Penyebar Islam yang berasal dari Timur, yang berpergian menyebarkan islam antara Timur Tengah - Champa - Semenanjung Malaya - Sumatera - dan sebaginya, dan Pulau Jawa merupakan tempat menetap dan meninggalnya para pembesar penyebar agama Islam di Nusantara tersebut.

Maaf Apabila ada kesalahan, ini merupakan salah satu referensi penunjang. karena kita sebagai orang pedamaran perlu menelisik lebih lanjut mengenai asal usul suku kita, Sebab itu merupakan identitas berharga pemberian Allah SWT.

Sumber : DATUK KIKIM

Sunday, March 3, 2019

TANAMAN PURUN



Purun merupakan jenis tumbuhan rumput yang hidup liar di dekat air atau rawa. Purun juga sering dikatakan sebagai tumbuhan yang sejenis dengan daun pandan yang hidup di sekitar rawa.

Purun biasanya banyak terdapat di provinsi Sumatra Selatan salah satunya di kabupaten Ogan Komering Ilir. Tanaman purun merupakan tanaman liar yang mudah terbakar kalau dalam keadaan kering.

Tanaman purun dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk membuat kerajinan tangan. Salah satu contoh kerajinan tangan yang digunakan dari bahan tanaman purun yaitu tikar, kipas, tas dan lain-lain.




Dalam proses pengolahan purun untuk dijadikan sebagai bahan kerajinan purun harus diolah terlebih dahulu menjadi bahan baku. Cara mengolah purun menjadi bahan baku kerajinan yaitu purun terlebih dahulu dijemur sampai kering, membersihkan kedua ujung purun dengan cara dipotong, purun diberi warna dengan cara direndam ke dalam air panas yang telah diberi warna, setelah diwarnai purun kembali dijemur sampai kering agar warna tidak mudah luntur, pupur ditumbuk agar benar-benar pipih, setelah melewati proses tersebut baru purun benar-benar dapat dijadikan bahan baku.

Beberapa produk kerajinan purun di antaranya adalah tikar purun dan tas bakul.

Sumber : Wikipedia

Thursday, February 28, 2019

Rumah Rakit Pedamaran



Rumah rakit adalah rumah yang dibangun diatas air. Rumah ini berpondasikan dari bambu sebagai alat pengapung rumah tersebut. Dahulu alat pengapung rumah rakit hanya terbuat dari bambu, namun sekarang sudah ditambahkan alat pengapung tambahan seperti drum dan lainnya.

Karena dibangun diatas air, rumah ini dimaksudkan sebagai rumah anti banjir, hal ini dikarenakan rumah ini mengikuti tingkat ketinggian air.

Dahulu, Rumah ini hanya terdapat di Palembang disekitaran sungai musi dan sebagai salah satu objek wisata di sungai musi. Tetapi sekarang, rumah rakit juga terdapat di Desa Cinta Jaya Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan.


Sejarah Rumah Rakit

Menurut penuturan, konon  rumah-rumah rakit yang dibangun di pinggir-pinggir Sungai Musi dulunya dihuni oleh warga keturunan Tionghoa. Disebut sebagai rumah rakit, karena bentuk dan rupanya memang seperti rakit yang lengkap. Dibangun diatas sungai karena dahulu sungai dianggap sebagai sumber mata pencaharian sekaligus sebagai sumber air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.


Sejarah Rumah Rakit Desa Cinta Jaya

Menyusuri Sungai Babatan di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, menggunakan sampan sungguh menyenangkan. Di tepi sungai berjejer menyerong ratusan rumah yang disebut rumah rakit. Sepintas, rumah-rumah tersebut tampak biasa saja. Namun, setelah diperhatikan secara saksama, baru disadari bahwa rumah-rumah tersebut mengapung di sungai menjadi satu ikatan kampung di atas sungai. 

Kumpulan rumah rakit itu telah berkembang menjadi sebuah desa yang diberi nama Desa Cinta Jaya. Saking banyaknya rumah rakit di desa tersebut, kebanyakan orang mengenal Desa Cinta Jaya sebagai desa "rumah rakit". 

Sebenarnya rumah rakit juga dapat ditemui di Palembang, yaitu di sekitar Jembatan Ampera dan sepanjang Sungai Musi, tetapi jumlahnya tidak sebanyak di Cinta Jaya. 

Bentuk rumah rakit hampir semuanya mirip, yaitu atap seng berbentuk limas dengan dinding kayu. Pemilihan atap seng ada alasannya, supaya bobot rumah menjadi ringan. Rumah-rumah rakit itu juga memiliki beranda dan "halaman" depan yang biasanya digunakan untuk menjemur kerupuk dan menambatkan perahu. Bagian dalam rumah rakit biasanya terdiri dari ruang tamu, ruang tengah yang berfungsi ganda sebagai ruang makan dan ruang keluarga, dua kamar tidur, dan dapur, sedangkan jamban terletak di belakang rumah terpisah dari rumah rakit. Rumah rakit tidak menggunakan pilar satu pun. Supaya tidak hanyut, beberapa rumah rakit diikat jadi satu, lalu diikat dengan tambang ke pohon kelapa yang tumbuh di tepi sungai.

Persoalan yang dihadapi, warga mulai enggan tinggal di rumah rakit. Penyebabnya, biaya perawatan rumah rakit mahal. Harga bambu yang menjadi komponen utama rumah rakit terus melonjak. Tinggal di rumah rakit tak lagi ekonomis. 

 

Untuk menelusuri sejarah rumah rakit di Desa Cinta Jaya, salah satu sumber yang akurat adalah sesepuh desa tersebut, yaitu Kiagus H Abdul Roni (84). Meskipun sudah berusia lanjut, Abdul Roni masih tampak segar bugar. Pendengaran maupun bicaranya masih jelas. 

Abdul Roni mengisahkan, pada awalnya Desa Cinta Jaya bukan kampung, tetapi hanya terdiri atas beberapa rumah rakit yang mulai didirikan sekitar tahun 1904. Para pendiri rumah rakit adalah penduduk Palembang yang kerap berdagang melalui Sungai Babatan. Sungai itu merupakan penghubung antara Palembang, Ogan Komering Ilir, dan Lampung.

Lama-kelamaan kumpulan rumah rakit itu menjadi perkampungan. Sebelum tahun 1950, perkampungan itu bernama Pedamaran I Rakit, kemudian berubah menjadi Desa Cinta Jaya. "Nama Cinta Jaya diusulkan oleh warga. Cinta artinya setiap orang yang datang ke sini enggan pulang, lalu mereka menemukan kejayaan di sini," kata Abdul Roni. 

Menurut Abdul Roni, dulu warga Desa Cinta Jaya yang keturunan Palembang tidak akur dengan warga Pedamaran yang tinggal di seberang sungai. Warga Desa Cinta Jaya menjadi komunitas eksklusif. Kaum perempuan dipingit sejak remaja sampai menikah dan terlarang dinikahi laki-laki Pedamaran. Baru pada tahun 1960-an terjadi perkawinan campuran antara warga Cinta Jaya dan warga luar, termasuk warga Pedamaran. Interaksi semakin intens ketika dibangun jembatan yang menghubungkan Cinta Jaya dengan Pedamaran. 

Perbedaan latar belakang budaya dan profesi diduga menyebabkan kedua komunitas tersebut tidak akur. Warga Pedamaran umumnya petani, sedangkan warga Cinta Jaya umumnya pedagang. Sampai sekarang nama-nama warga Cinta Jaya masih menggunakan nama gelar kebangsawanan Kesultanan Palembang, seperti raden, masagus, kemas, dan kiagus untuk laki-laki dan raden ajeng, masayu, nyimas, dan nyayu untuk perempuan. 

Sebagian besar warga Cinta Jaya sekarang berprofesi sebagai pembuat kerupuk dan petani karet. 

Saat ini Abdul Roni adalah satu-satunya saksi hidup yang mengalami masa kejayaan rumah rakit. Pada tahun 1970-an, jumlah rumah rakit mencapai 300-an, sekarang merosot tinggal 100-an karena mahalnya biaya merawat rumah rakit. "Dulu semua rumah rakit diikat jadi satu supaya kuat. Dari ujung ke ujung panjangnya dua kilometer. Kita bisa naik sepeda dari ujung ke ujung. Bahkan ada pasar terapung di sungai, tapi sekarang tidak ada lagi," kata Abdul Roni mengenang masa lalu. 

Meski menjadi sesepuh, Abdul Roni tak kuasa mempertahankan rumah rakitnya dan harus mengalah pada tuntutan ekonomi. Dua tahun lalu Abdul Roni terpaksa membongkar rumah rakitnya dan mendirikan rumah di atas tanah tak jauh dari bekas lokasi rumah rakitnya. Kemas Abdurohim (72), mantan perangkat Desa Cinta Jaya, membenarkan asal-usul desa rumah rakit tersebut adalah orang-orang Palembang. Akan tetapi, semakin banyak warga yang membongkar rumah rakitnya lalu membangun rumah di darat.

Sumber: Kompas



Tuesday, February 26, 2019

Pempek ikan pedamaran



Pempek berbahan baku ikan parau atau ikan air tawar dengan ukuran kecil menjadi salah satu makanan khas warga di Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan.

Menurut salah satu warga pedamaran, biasanya setiap Ramadhan banyak orang yang menjual pempek tersebut.

Pempek ikan parau terbuat dari ikan kecil yang digiling bersama tulang-tulangnya sehingga memberikan rasa khas. "Makanan itu lebih gurih dibandingkan dengan makanan serupa dari daging ikan giling," katanya

Ia mengatakan, proses pembuatan pempek tersebut diawali dengan ikan parau atau ikan sepat dan seluang dibersihkan.




Selanjutnya, ikan yang berukuran satu jari orang dewasa itu ditumpuk sampai halus.

Setelah ditumbuk halus, ikan diolah dengan tambahan tepung sagu lantas diuleni.



Adonan dibentuk lenjeran besar atau dalam istilah Pedamaran disebut "pempek Batoan" untuk kemudian direbus sampai mengapung.


Dia menambahkan, sebagai pelengkap, juga disiapkan "cuko" kuah berbahan bawang putih, gula batok dan cabai.



Sebelum dimakan, pempek diiris untuk kemudian digoreng dan disantap selagi hangat.



Kecamatan Pedamaran berjarak sekitar dua jam perjalanan dari kota Palembang dengan menggunakan kendaraan roda empat.

Disini juga terdapat rumah-rumah kayu tinggi rapat di pemukiman padat yang di kelilingi Sungai Babatan tersebut. 

Monday, January 21, 2019

Pedamaran Kota Tikar



Di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), ada satu kecamatan yang di juluki “Kota Tikar”. Namanya Kecamatan Pedamaran.
Julukan ini merujuk kepada mata pencarian sebagian besar warga yang tinggal di sana, yakni menganyam tikar.
Pedamaran terdiri dari 14 desa dan 8 di antaranya merupakan pusat kerajinan tikar.

Seperti Desa Pedamaran 1, Pedamaran 2, Pedamaran III, Pedamaran 4, Pedamaran 5, Pedamaran 6, Menang Raya, dan Lebuh Rarak.

Banyaknya tanaman purun (bahan baku tikar) di kawasan Pedamaran, menjadi potensi penghasilan sendiri bagi warga yang bermukim di kawasan tersebut.
Purun merupan bahan baku utama dalam membuat kerajinan tikar.



Tikar sendiri digunakan untuk alas tidur, alas makan, tempat tidur dan sebagainya.
Purun yang tumbuh secara liar di kawasan rawa, dicabut. Kemudia purun tersebut di potong sesuai dengan kebutuhan.

Kemudian purun yang telah di potong dijemur di bawah terik matahari, gunanya untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam purun tersebut.



Setelah kering, purun diikat menyatu untuk dipukul dengan alat yang disebut antan alias alu. Supaya purun bisa halus sebelum dianyam.



Agar anyaman purun lebih menarik, diberikan pewarna sesuai dengan kebutuhan.

Biasanya orang Pedamaran lebih dominan dengan warna biru, merah dan kuning.

Setelah dilakukan pewarnaan melalui pencampuran warna dan air yang sudah mendidih, tidak perlu waktu lama.



Cukup dicelupkan purun tersebut sekitar lebih kurang satu menit kemudian angkat dan dijemur lagi supaya warnanya dipastikan melekat di purun tersebut.

Baru setelah proses pewarnaan selesai, purun siap untuk dianyam.

Proses pertama dalam menganyam tikar dengan sebutan netar (membariskan satu persatu purun).

Setelah jumlah purun telah dirasa cukup untuk membuat satu helai tikar maka proses menganyam bisa dilanjutkan.

Setidaknya butuh waktu lima-enam jam untuk menyelesaikan satu anyaman tikar.

Biasanya orang Pedamaran dalam kurun sehari bisa menyelesaikan 2-3 tikar.

Tradisi orang Pedamaran dalam membuat tikar biasanya dilakukan beramai-ramai.



Tempat membuat tikar sendiri di dalam tempat tinggal warga sendiri.
Biasanya untuk satu rumah bisa mencapai lima-enam orang. Istilahnya sendiri lebih akrab dengan sebutan Berambak.
Tujuannya Berambak supaya aktivitas menganyam tidak begitu terasa. Karena biasanya sambil nginco (ngobrol) satu sama yang lainya.
Adapun motif tikar yang dihasilkan seperti tikar jalur (begaris), Sisek Salak (warna warni), motif kotak.

Motif jalur atau begaris membentuk bermotif gambar silang kedua sisi tikar.

Motif sisek salak bewarna warni merah kuning dan biru. Sedangkan motif kotak membentuk kotak-kota kecil di dalam tikar.

Untuk motif sisek salak dan kotak dihargai Rp 35 ribu per helai. Sedangkan motif jalu atau begaris hanya dihargai Rp 15 ribu per helai.



Pemasaran tikar Pedamaran sudah merambah di kota besar seperti Palembang, dan Jabodetabek.

Namun sayang, pemasaran hanya dilakukan oleh personal orang Pedamaran sendiri.

Belum ada UKM yang menangungi hasil karya Urang Diri tersebut ke nusantara.

Belum lagi ada ahli fungsi lahan purun menjadi pusat perkebunan. Sehingga saat ini sudah terasa sulit untuk menemukan bahan baku tikar tersebut.

Nah, bagi anda yang tertarik mengunjungi sentra pengrajin tikar berbahan dasar purun, bisa langsung datang ke Pedamaran.

Di sana anda juga bisa belajar sendiri cara membuatnya.

Sunday, January 20, 2019

Incang Incang pedamaran



Oleh Vebri Al Lintani
Direktur Lembaga Budaya Komunitas Batanghari 9
(KOBAR 9)


Sumatera Selatan menyimpan kekayaan seni budaya lokal yang beragam, meski pun menujukkan kecirian yang sama dengan daerah lain tetapi tetap memiliki ke istimewaan, paling tidak dari sisi bahasa yang dipakai dan irama atau tembang cara menyampaikan sastra tutur tersebut. Dari puluhan suku yang berada di Sumatera Selatan, satu diantaranya adalah Pedamaran yang merupakan bagian dari suku Danau dan menggunakan bahasa Penesak di wilayah kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Suku Danau merupakan salah satu suku selain suku Kayuagung, suku Bengkulah, suku Pegagan Ulu Suku I, suku Danau Teloko, suku Sirah Pulau Padang, suku Jejawi, suku Pampangan, sukuKeman, suku Pangkalanlampan, dan suku Tulungselapan.

Sebagai bagian dari rumpun Melayu, orang Pedamaran juga menggunakan pantun sebagai media menyampaikan isi hati. Pantun di Pedamaran disebut incang-incang dan rendai. Dari sisi bentuk kedua bentuk incang-incang dan rendai tidak ada bedanya dengan pantun, terdiri dari empat baris dalam satu bait, bersajak a-b, a-b, dua baris awal berupa sampiran sedangkan dua baris terakhir merupakan isi. Tetapi adakalanya, dalam satu bait incang-incang merupakan isi semua hanya aturan rimanya tetap sama dengan pantun. Incang-incang seringkali diawali dengan kata incang-incang, misalnya: incang-incang pelanduk/pelanduk bawah rebo/malam-malam tak tiduk/mikirkah tudung gulo (incang-incang peladuk/pelanduk di bawa rebo (tumpukan sampah kayu di sungai/malam-mlam tak tidur/mikirkan tudung gula (tutup stoples gula).

Ditinjau dari jenisnya, menurut penutur Demsi, seorang penutur sastra tutur Pedamaran yang sudah berusia lanjut, incang-incang dibagi 3 jenis, yakni: incang-incang pergaulan, incang-incang nyeding sukat (nasib malang), dan incang-incang tentang kehidupan dan keagamaan. Sedangkan rendai digunakan secara khusus oleh bujang gadis untuk saling sindir pada malam-malam menjelang hari perkawinan, misalnya pada acara ramah tamah atau acara ningkuk dan acara membuat dekorasi di rumah orang yang punya hajat.

Incang-incang pergaulan digunakan oleh muda-mudi atau bujang gadis untuk menyampaikan isi hatinya. Biasanya dipakai jika ada keramaian pesta pernikahan atau hajatan lain ketika berkumpulnya bujang dan gadis.Incang-incang kehidupan dan incang-incang agama ditampilkan dalam acara-acara keagamaan atau diceritakan dalam acara-acara yang terbatas. Sesuai dengan jenisnya incang-incang berguna untuk menyampaikan isi hati, nasihat moral, dan pesan keagamaan.

Penyampaian incang-incang dengan cara dinyanyikan dengan irama tertentu. Bersahut-sahutan antara dua orang atau lebih. Jika incang-incang pergaulan antara bujang gadis, incang-incang keagamaan antara orang tua dengan anak, dan antara dua orang atau lebih pada karakter lainnya.

Penguatan Incang-incang

Sebagai bentuk seni budaya lokal yang menyimpan kearifan, incang-incang dan rendai haruslah mendapat perhatian. Apalagi penggunaan incang-incang dan rendai sudah ditinggalkan oleh masyarakat Pedamaran. Padahal jika dibanding dengan senjang yang masih hidup dan sangat populer di masyarakat Musi Banyu Asin, khusus incang-incang memiliki fungsi dan kekuatan yang sama. Jika senjang disampaikan dengan irama yang menarik, incang-incang pun memiliki irama yang menarik.

Kelebihan senjang dibanding incang-incang adalah iringan musiknya; jika senjang diiringi musik, maka incang-incang tidak. Tetapi untuk kepentingan seni pertunjukan, tidak ada salahnya jika incang-incang diiringi juga dengan musik dan tarian seperti senjang sehingga menarik didengar dan ditonton. Seniman-seniman di Sumatera Selatan, khususnya seniman Pedamaran dapat saja berkreativitas dengan incang-incang.

Irama penuturan incang-incang mudah dipelajari dan saya yakin akan cepat akrab di telinga orang muda. Corak iramanya mirip dengan irama lagu Kaos Lampu yang berasal dari Ogan. Lagu Kaos Lampu sudah dikenal banyak oleh masyarakat Sumsel.

Seperti halnya senjang, incang-incang juga terkadang menampilkan sindiran-sindiran yang jenaka, sehingga  dapat digunakan sebagai media komunikasi yang bersifat mendidik (edukatif), pesan-pesan ekonomi, pesan-pesan sosial, dan bahkan pesan politik.

Pembinaan-pembinaan dengan pembentukan sanggar-sanggar seni tradisional atau melalui pendidikan di sekolah menjadi penting dalam rangka pelestarian bentuk-bentuk seni budaya seperti incang-incang dan rendai. Selain itu, kegiatan-kegiatan lomba dan pergelaran-pergelaran seni budaya tradisional juga menjadi bagian yang perlu diagendakan secara maksimal dan terkonsentrasi oleh pemerintah daerah OKI dan pemerintah provinsi Sumatera Selatan. Efek lain dari perhatian terhadap pelestarian seni budaya lokal tentu saja sangat menunjang program wisata dengan label visit musi 2008.

Belajar membuat incang-incang berarti belajar membuat pantun. Jika seseorang terlatih membuat pantun tentu akan mendapatkan banyak manfaat, yakni: pertama akan terlatih berpikir sistematis, karena pantun merupakan kata-kata yang tersusun dan tersturuktur, kedua akan terlatih berpikir indah, karena pantun terdiri dari kalimat-kalimat yang indah, ketiga, akan terlatih berpikir rasional, karena pantun terdiri dari paduan kata yang harus berhubungan satu sama lain, keempat akan terlatih berpikir sublimatif karena untuk menyusun kata yang bermakna seseorang haruslah merenung secara dalam. Dihadapkan dengan situasi serangan budaya materialisme yang kian mendesak saat ini, kearifan lokal seperti hasil-hasil karya sastra tutur semacam ini tentu dapat dijadikan alternatif pendidikan spiritual.

Akhirnya, saya akan menutup tulisan ini dengan cuplikan syair incang-incang nyeding sukat

Incang-incang ke ladang

Ke ladang bungo padi

Nasib bagian kurang

Caro bak aku ini

Bepinto pado Tuhan

Caro bak aku kini

Dari siko kehadapan

Minta ado rezeki

Mencaro di belakang

Butuh sesuap nasi

Meskinyolah tak makan

Tak naro urang nak meri.



Friday, January 18, 2019

Kelempang pedamaran



Mendengar namanya mungkin bagi kebanyakan orang di luar provinsi sumatera selatan sedikit asing. Ya, kelempang,  adalah salah satu panganan khas dari daerah pedamaran kabupaten ogan komering ilir. Di daerah lain di luar sumatera selatan makanan ini  sering disebut dengan kerupuk, tetapi kenyataannya bentuknya tidak sama dengan kerupuk.


Walaupun dari kampung,  kelempang ini sudah terkenal di beberapa kota besar, salah-satunya kota jakarta. Hal ini dikarenakan banyak orang dari daerah pedamaran yang merantau disana hanya untuk berjualan kelempang.



Kelempang dari pedamaran ini sangat unik karena proses pembuatan dan cara memasaknya yang sangat berbeda dengan daerah lain. Kelempang juga memiliki rasa yang sangat gurih dan tidak mengandung kalori. Kelempang pedamaran di buat dengan cara yang sangat sederhana dan unik. proses pemasakan nya dengan menggunakan pasir yang ditetesi minyak sayur yang cukup sedikit. Istilah yang digunakan dalam bahasa pedamaran untuk proses pemasakannya tadi disebut dengan "kicau".





Banyak cara untuk menikmati panganan ini, bagi warga pedamaran biasanya menyantapnya pada saat makan sesuatu yang berkuah seperti, bakso, model, tekwan, bahkan ada yang menyantapnya dengan cuko (sebagai pengganti pempek).

ini lah makanan khas dari pedamaran yang bisa di jadikan buah tangan untuk keluarga, tetangga atau rekan kita yang jauh dari daerah pedamaran khususnya.


  • Soal harga tidak akan buat kantong kalian jebol,  cukup dengan uang Rp 10.000 sudah bisa mendapatkan 1   kantong kelempang pedamaran, murah kan...?


Historical Pedamaran



Pedamaran adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Indonesia. Penduduknya merupakan suku Penesak dan Bermarga Danau. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Penesak.
Baca selengkapnya !

Wednesday, January 16, 2019

Bingko pedamaran



Pedamaran, sebuah kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Penduduknya merupakan suku Penesak dan Bermarga Danau. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Penesak juga dijuluki “Kota Tikar”, karena mata pencarian sebagian besar warga yang tinggal di sana, yakni menganyam tikar.

Kalau soal makanan memang daerah Pedamaran
 terkenal dengan bekasam ikan dan pempek ikan parau. Tapi yang tak kalah menarik adalah bingko atau gunjing yang banyak ditemui di Pedamaran.

Di Palembang, bingko atau gonjeng sering ditemui di perkampungan daerah Seberang Ulu. Namun, daerah Seberang Ilir ada juga yang menjajakan bingko ini. Tepatnya di Jalan Way Hitam lorong Family I Kelurahan Siring Agung Kecamatan Ilir Barat I Palembang. Adalah Gebol Netti yang masih berjualan bingko hingga saat ini.

“Yo tiap hari kito jual gonjeng (bingko) ini di sinilah. Alhamdulillah sejak sejak dulu banyak yang gemar gonjeng ini,” ungkap Gebol Netty sambil menuangkan adonan bingko.

Dikatakan Gebol, cara membuat bingko relatif ini mudah. Untuk bahan hanya membutuhkan tepung beras, santan kelapa, sedikit garam, dan minyak goreng.

"Bahan dicampur jadi satu, kemudian kito masak di semacam plat tembaga berbentuk setengah lingkaran,” jelasnya



Dalam sehari, ia bisa menghabiskan satu kilogram tepung beras, untuk jualan bingko. Walaupun hasilnya tidak begitu banyak, namun ia mengaku senang bisa jualan bingko ini.

"Paling dak wong tahu bukan bekasam be yang terkenal dari Pedamaran. Tapi ado sikok lagi yang terkenal, itulah bingko," ucap dengan khas logat Pedamaran.

Di masyarakat Pedamaran, dalam pembuatan bingko selain menggunakan bahan utama berupa beras dapat juga menggunakan buah pisang yang sudah masak, yang dalam masyarakat Pedamaran disebut 'bingko pisang'.



Tuesday, January 15, 2019

Pekasam



Nama lain dari Bekasam adalah, Sam-sam dan Se-sam. Bekasam adalah makanan yang berupa lauk makan berasal dari fermentasi ikan. Bekasam bagi saya bukanlah makanan asing, karena sejak kecil saya sudah sering memakannya sebagai lauk makan nasi. Saya juga sering melihat Emak membuat Bekasam saat mendapatkan banyak ikan. Bekasam adalah salah satu cara mengawetkan ikan, yang banyak dilakukan oleh orang-orang di kampung saya. Maklumlah, musim ikan di kampung hanya waktu-waktu tertentu saja (musim ikan=musim kemudik).




Pada jaman dahulu, khususnya di daerah Pedamaran tidak banyak orang menjual hasil tangkapan ikan pada saat musim  tangkap ikan, karena pada saat musim tangkap ikan semua masyarakat juga memiliki banyak ikan. Tidak juga dijual ke luar kampung karena sulinya transportasi, sementara ikan akan segera busuk jika tidak bisa langsung habis terjual. Pada saat itu belum ada es sebagai pendingin untuk mengawetkan ikan tersebut. Jika musim ikan tiba, biasanya orang-orang di kampung mengolahnya dengan diawetkan. Misalnya di panggang, dibuat ikan asin, dibuat terasi dan dibuat bekasam. Membuat ikan panggang biasanya, terbatas oleh waktu pengolahannya yang lumayan lama dan membutuhkan "tungku" yang lebih luas, jika ikannya banyak maka akan sedikit kerepotan. Pengawetan ikan asin, biasanya terkendala dengan cuaca yang tidak bersahabat dan kebutuhan garam yang banyak.  Jika cuaca tidak panas dan kurangnya garam, maka ikan asin tersebut terancam busuk.


Masa musim ikan adalah kesempatan bagi masyarakat kampung untuk menyimpan berbagai hasil pengawetan ikan, sebagai alat memperkuat kekerabatan dengan sesama saudaranya. Artinya hasil pengawetan tersebut (ikan panggang, terasi, ikan asin dan bekasam) dijadikan oleh-oleh/hadiah kepada sanak saudara yang datang dari jauh. Meraka merasa senang jika dapat mengirimkan atau memberi langsung saudaranya yang jauh (lokasinya yang tidak dekat dengan sungai). Mereka menganggap ikan akan sangat berharga bagi mereka yang tidak pernah merasakan musim kemudik.


Berikut adalah pengalaman sukses saya dalam membuat bekasam. Sudah sangat lama tidak makan bekasam, karena tidak ada alasan makan bekasam jika tidak ada yang mengirim dari kampung. Sebulan yang lalu mendapat kiriman bekasam dari bibi yang ada di kampung. Rasanya enak sekali, sampai merasa kurang. Suatu hari saya pergi ke pasar, dan melihat ada yang menjual ikan kampung yang harganya Rp. 5000/ tumpuk (kira-kira 1/2 kg). Melihat tumpukan ikan tersebut teringat dengan olahan Bekasam. Lalu saya membelinya dan akan saya coba membuat Bekasam. Menurut hasil penelitian bahwa Bekasam diduga mempunyai aktivitas antihipertensi karena terbentuknya peptida bioaktif hasil degradasi protein ikan

selama proses fermentasi bekasam*.

Berikut adalah alat dan bahan membuat Bekasam:

alat:

baskom toples dengan tutup yang kencang

 bahan:
Ikan kemudik/air tawar 1/2 kg, garam 2 sendok makan, nasi 1 sendok makan

Cara membuat:
bersihkan perut dan kepala ikan.
Tiriskan airnya dan tuangkan ke dalam baskom. masukkan garam dan nasi, aduk hingga merata. semua bahan masukkan dalam toples dan tutup dengan rapat. 3 hari sekali di aduk.10 hari kemudian, Bekasam siap dimasak.



Cara memasak Bekasam Goreng:
Tumis irisan bawang dan cabe (jumlah sesuai dengan selera) dengan minyak goreng, bagi saya semakin banyak bawang dan cabe maka semakin enak  Bekasamnya.tuangkan bekasam dari toples sesuai dengan kebutuhan aduk sampai rata, dan terlihat mengering sebagai tanda bekasam sudah siap dihidang.Bekasam lebih enak dimakan jika masih hangat.

Catatan:

rumus membuat bekasam, tidak terlalu banyak garam karena akan meyebabkan rasa pahit terlalu asin.nasi tidak terlalu banyak, karena akan menyebabkan tingginya rasa asamgunakan nasi yang telah dingin, karena menggunakan nasi yang panas akan menyebabkan Bekasam busuk.Bekasam yang jadi, tidak tercium bau busuk.Selain bekasam ikan, pada masyarakatpedamaran juga membuat bekasam telur ikan. Yang membuatnya berbeda dengan bekasam ikan, bekasam telur ikan tidak dicampur  dengan nasi tetapi tetap sama proses fermentasinya.

Demikianlah cerita Bekasam yang tetap saja eksis sampai kapanpun.... hehehe selamat mencoba ya :-)

Monday, January 14, 2019

Gangan Gelayan pedamaran



Setiap daerah memiliki kuliner khas sendiri, nah di Pedamaran yang terletak di kabupaten ogan komering ilir provinsi sumatera selatan dikenal memiliki kuliner khas bernama  gangan gelayan. Gangan gelayan adalah sejenis sup ikan bercitarasa istimewa. Paduan rasa asam dan segar dengan kuahnya yang berwarna kuning demikian nikmat di lidah. Daging ikannya yang gurih menjadi sajian yang pas sebagai teman sepiring nasi panas.



Dari penampilan kuahnya yang berwarna kuning, sekilas sup ini mirip gulai. Nyatanya ia tidak menggunakan santan. Warna kuning didapat dari warna alami kunyit, salah satu bahan rempah sup ini. Selain kunyit, bahan rempah atau bumbu yang menciptakan cita rasa spesial masakan ini adalah (diantaranya) bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, lengkuas, sereh, kemiri, dan asam.



Ditambahkan pula potongan buah nanas yang tentunya memberi tambahan sensasi berbeda: segar dan asam. Daun salam adalah bumbu pelengkap pamungkas lainnya sebagai penguat aroma. Yang membuat Gangan gelayan pedamaran berbeda dengan gangan dari belitung adalah dimana pada saat memasaknya gangan gelayan ditambahkan dengan beberapa tambahan sayuran seperti potongan labu, kangkung, ubi kayu, jagung, terung, dan kacang panjang (dan terkadang ditambah beberapa sayuran lainnya).



Cara memasaknya adalah semua bahan utama dan bumbu langsung direbus bersama-sama sebab bumbunya tidak ditumis terlebih dulu. Gangan gangan sebaiknya disajikan langsung atau dalam keadaan segar dan masih hangat. Dianjurkan tidak dihangatkan lagi karena biasanya cita rasanya berubah.

Ada beberapa jenis ikan yang biasa dimasak menjadi gangan gelayan. Beberapa yang umum adalah ikan sepat atau ikan tebakang (tembakang).



Gangan gelayan memang masakan khas yang sangat popular dan melegenda di pedamaran. Untuk mencicipi kuliner ini tidaklah mudah, bahkan sangat sulit ditemukan di warung makan yang berada di pedamaran itu sendiri. Disinilah keunikannya, karena kita baru dapat menikmati sajian ini pada saat ada keluarga atau tetangga yang akan mengadakan hajatan pernikahan di daerah pedamaran. Dan uniknya lagi, kita tidak akan menemukan menu ini pada saat resepsi pernikahan karena menu ini disajikan pada saat satu hari sebelumnya (arian petangan). Dan sajian ini akan terasa nikmat bila di makan dengan sambal.


Cugok




Cugok/cuguk kurok adalah sebuah istilah masyarakat Pedamaran yang sedang asyik duduk santai disebuah peristirahatan yang biasanya terbuat dari bambu beratap daun (kurok). Sekilas bangunannya ini mirip dengan gazebo.
Aktifitas ini biasanya dilakukan oleh orang tua atau remaja ketika waktu luang bersama teman kampung sekitar rumah. Kegiatannya berupa dari sekedar ngobrol santai sampai bermain gaplek atau permainan lainnya.
Cugok kurok ini sering dilakukan di waktu sore atau malam hari selepas isya sembari ditemani secangkir kopi dan gorengan.
Tidak diketahui kapan aktifitas ini mulai ada. Tapi jika anda berkunjung ke Desa pedamaran Kab. OKI Sumatera Selatan, kegiatan ini akan banyak ditemui di setiap sudut kampung. Dan menjadi pemandangan yang biasa bagi masyarakat disana. Dan mungkin barangkali hal ini sudah ada pada zaman kemerdekaan Indonesia atau sebelumnya.



Mungkin bagi sebagian orang, hal ini dianggap hal yang kurang bermanfaat. Tapi, bagi saya jika diambil dari makna filosofisnya, hal ini merupakan kegiatan yang mampu menjalin erat rasa kebersamaan antara masyarakat kampung. Yang jika dibandingkan dengan masyarakat kota yang kebanyakan pulang kerja hanya mengurung diri di dalam rumah tanpa mempedulikan tetangga sekitar.
Maka sudah saatnya kita bangkitkan lagi nilai kebersamaan yang saat ini sudah mulai pudar, salah satunya dengan "cugok kurok".

Penulis : hendra w. (Anggota kurok)

Sunday, January 13, 2019

Proses Lelang Lebak Lebung



Melimpahnya kekayaan alam yang dimiliki oleh kecamatan Pedamaran seperti perkebunan dan perikanan serta ditambah beberapa sumberdaya alam lainnya, tak ayal membuat kecamatan ini mulai berkembang. Melimpahnya ikan khususnya yang berada di daerah seperti sungai, lebak dan danau. Ternyata mampu membuat para investor lokal tertarik untuk menginvestasikan uangnya untuk menyewa tempat tempat tersebut kepada pemerintahan kabupaten, yang dalam hal ini dikelola langsung oleh pemerintahan kecamatan. Kegiatan ini dalam masyarakat pedamaran disebut dengan lelang lebak lebung.


Lelang ini biasanya dilaksanakan satu kali dalam setahun, artinya para pemenang lelang diberi waktu selama satu tahun untuk mengelola tempat tersebut supaya mendapatkan hasil yang diinginkan. Proses lelang ini biasanya diumumkan terlebih dahulu kepada para investor lokal, lalu kemudian pelaksanaannya diadakan di kantor milik kecamatan atau desa seperti di balai desa milik pemerintah desa pedamaran 3. Tahap tahap prosedur lelang ini hampir sama dengan proses lelang yang kebanyakan sudah kita ketahui, yaitu pemenang lelang ditentukan oleh penawar yang paling tinggi.



Tapi dalam setiap pekerjaan selalu ada yang namanya resiko kerja, begitu juga bagi para investor ini. Resiko ini berupa sedikitnya hasil tangkapan ikan selama proses pengumpulan ikan (ngesar) dalam setahun. Biasanya, hal ini diakibatkan oleh air pasang yang tidak turun karena ikan bisa di dapatkan ketika air sudah mulai berangsur surut. Pasangnya air bisa juga diakibatkan hujan yang turun terus menerus (musim hujan).



Demikianlah sekelumit cerita tentang lelang lebak lebung yang kini sudah menjadi tradisi tahunan di masyarakat pedamaran.

Thursday, January 10, 2019

Nganyam Tikar Purun



Kerajinan menganyam tikar purun bukan hanya untuk mencari nafkah, tapi juga menjaga tradisi leluhur yang harus dilestarikan sampai kapanpun. Sentra perajin tikar Purun berada di Kecamatan Pedamaran, OKI.



Saat ini kecamatan tertua di OKI sudah terkenal dengan julukan ‘Kota Tikar’. Sebutan kota tikar muncul karena hampir 80% penduduk Pedamaran, berprofesi sebagai perajin tikar dari Purun yang merupakan tumbuhan air rawa-rawa. Kerajianan ini sudah dilakukan sejak turun-temurun.



Kegiatan menganyam tikar menjadi pemandangan sehari-hari yang dilakukan ibu dan gadis remaja hampir di setiap rumah penduduk. Tak heran kota ini disebut sebagai kota tikar. Bagi anak-anak yang masih pemula mereka menganyam dengan penuh keseriusan supaya pola tikar tidak salah. Kelak, kalau sudah terbiasa, mereka mungkin akan melakukannya sambil mengobrol, seperti halnya para ibu penganyam tikar yang sudah mahir.




Tokoh masyarakat Pedamaran, Ediman Kalung mengatakan, menganyam adalah sebuah kegiatan sosial, tempat bertukarnya cerita masyarakat. “Di Pedamaran menganyam sudah menjadi tradisi turun temurun yang diwariskan dan diajarkan kepada anak cucu. Ini (menganyam) juga merupakan kreativitas masyarakat 'Urang Diri' yang memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di Lebak(rawa),” katanya.

Menurut Ediman, anyaman bukan saja menjadi sebuah karya seni, tetapi juga menjadi media komunikasi dan sosialisasi bagi penduduk. Dalam proses mengayam, terjadi saling interaksi baik berupa pertanyaan, guyonan, dan perbincangan ringan yang bertujuan sebagai tali pengikat keakraban sesama.

“Waktu yang digunakan untuk mengayam pun dilakukan saat suhu udara mulai mendingin. Biasanya kegiatan mengayam dilakukan di halaman rumah pada waktu pagi, sore, atau malam hari sambil berkumpul dengan tetangga secara berkelompok,” ujarnya. Dalam proses pembuatan tikar, kata dia, pertama-tama purun diambil dari lebak (rawa) kemudian dijemur di bawah terik matahari hingga berubah warna/kering.



Setelah berubah warna/kering purun ditumbuk supaya permukaannya lebih halus. “Purun yang sudah ditumbuk siap untuk dianyam. Nah, untuk variasi warna, purun yang sudah ditumbuk tadi dimasukkan ke dalam air mendidih yang sudah diberi larutan kesumbo (zat pewarna),” jelasnya.

Ediman melanjutkan, manfaat mengayam tikar, diantaranya dapat membantu pendapatan masyarakat terutama para kaum wanita, kemudian dapat meningkatkan solidaritas antarmasyarakat.



”Pada umumnya masyarakat dari mulai mengambil purun, menumbuk purun, hingga mengayam tikar dilakukan secara bersama-sama, baik antar sanak saudara maupun antartetangga,” tuturnya.

M rohali
Sumber : sindonews.com