Thursday, February 28, 2019

Rumah Rakit Pedamaran



Rumah rakit adalah rumah yang dibangun diatas air. Rumah ini berpondasikan dari bambu sebagai alat pengapung rumah tersebut. Dahulu alat pengapung rumah rakit hanya terbuat dari bambu, namun sekarang sudah ditambahkan alat pengapung tambahan seperti drum dan lainnya.

Karena dibangun diatas air, rumah ini dimaksudkan sebagai rumah anti banjir, hal ini dikarenakan rumah ini mengikuti tingkat ketinggian air.

Dahulu, Rumah ini hanya terdapat di Palembang disekitaran sungai musi dan sebagai salah satu objek wisata di sungai musi. Tetapi sekarang, rumah rakit juga terdapat di Desa Cinta Jaya Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan.


Sejarah Rumah Rakit

Menurut penuturan, konon  rumah-rumah rakit yang dibangun di pinggir-pinggir Sungai Musi dulunya dihuni oleh warga keturunan Tionghoa. Disebut sebagai rumah rakit, karena bentuk dan rupanya memang seperti rakit yang lengkap. Dibangun diatas sungai karena dahulu sungai dianggap sebagai sumber mata pencaharian sekaligus sebagai sumber air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.


Sejarah Rumah Rakit Desa Cinta Jaya

Menyusuri Sungai Babatan di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, menggunakan sampan sungguh menyenangkan. Di tepi sungai berjejer menyerong ratusan rumah yang disebut rumah rakit. Sepintas, rumah-rumah tersebut tampak biasa saja. Namun, setelah diperhatikan secara saksama, baru disadari bahwa rumah-rumah tersebut mengapung di sungai menjadi satu ikatan kampung di atas sungai. 

Kumpulan rumah rakit itu telah berkembang menjadi sebuah desa yang diberi nama Desa Cinta Jaya. Saking banyaknya rumah rakit di desa tersebut, kebanyakan orang mengenal Desa Cinta Jaya sebagai desa "rumah rakit". 

Sebenarnya rumah rakit juga dapat ditemui di Palembang, yaitu di sekitar Jembatan Ampera dan sepanjang Sungai Musi, tetapi jumlahnya tidak sebanyak di Cinta Jaya. 

Bentuk rumah rakit hampir semuanya mirip, yaitu atap seng berbentuk limas dengan dinding kayu. Pemilihan atap seng ada alasannya, supaya bobot rumah menjadi ringan. Rumah-rumah rakit itu juga memiliki beranda dan "halaman" depan yang biasanya digunakan untuk menjemur kerupuk dan menambatkan perahu. Bagian dalam rumah rakit biasanya terdiri dari ruang tamu, ruang tengah yang berfungsi ganda sebagai ruang makan dan ruang keluarga, dua kamar tidur, dan dapur, sedangkan jamban terletak di belakang rumah terpisah dari rumah rakit. Rumah rakit tidak menggunakan pilar satu pun. Supaya tidak hanyut, beberapa rumah rakit diikat jadi satu, lalu diikat dengan tambang ke pohon kelapa yang tumbuh di tepi sungai.

Persoalan yang dihadapi, warga mulai enggan tinggal di rumah rakit. Penyebabnya, biaya perawatan rumah rakit mahal. Harga bambu yang menjadi komponen utama rumah rakit terus melonjak. Tinggal di rumah rakit tak lagi ekonomis. 

 

Untuk menelusuri sejarah rumah rakit di Desa Cinta Jaya, salah satu sumber yang akurat adalah sesepuh desa tersebut, yaitu Kiagus H Abdul Roni (84). Meskipun sudah berusia lanjut, Abdul Roni masih tampak segar bugar. Pendengaran maupun bicaranya masih jelas. 

Abdul Roni mengisahkan, pada awalnya Desa Cinta Jaya bukan kampung, tetapi hanya terdiri atas beberapa rumah rakit yang mulai didirikan sekitar tahun 1904. Para pendiri rumah rakit adalah penduduk Palembang yang kerap berdagang melalui Sungai Babatan. Sungai itu merupakan penghubung antara Palembang, Ogan Komering Ilir, dan Lampung.

Lama-kelamaan kumpulan rumah rakit itu menjadi perkampungan. Sebelum tahun 1950, perkampungan itu bernama Pedamaran I Rakit, kemudian berubah menjadi Desa Cinta Jaya. "Nama Cinta Jaya diusulkan oleh warga. Cinta artinya setiap orang yang datang ke sini enggan pulang, lalu mereka menemukan kejayaan di sini," kata Abdul Roni. 

Menurut Abdul Roni, dulu warga Desa Cinta Jaya yang keturunan Palembang tidak akur dengan warga Pedamaran yang tinggal di seberang sungai. Warga Desa Cinta Jaya menjadi komunitas eksklusif. Kaum perempuan dipingit sejak remaja sampai menikah dan terlarang dinikahi laki-laki Pedamaran. Baru pada tahun 1960-an terjadi perkawinan campuran antara warga Cinta Jaya dan warga luar, termasuk warga Pedamaran. Interaksi semakin intens ketika dibangun jembatan yang menghubungkan Cinta Jaya dengan Pedamaran. 

Perbedaan latar belakang budaya dan profesi diduga menyebabkan kedua komunitas tersebut tidak akur. Warga Pedamaran umumnya petani, sedangkan warga Cinta Jaya umumnya pedagang. Sampai sekarang nama-nama warga Cinta Jaya masih menggunakan nama gelar kebangsawanan Kesultanan Palembang, seperti raden, masagus, kemas, dan kiagus untuk laki-laki dan raden ajeng, masayu, nyimas, dan nyayu untuk perempuan. 

Sebagian besar warga Cinta Jaya sekarang berprofesi sebagai pembuat kerupuk dan petani karet. 

Saat ini Abdul Roni adalah satu-satunya saksi hidup yang mengalami masa kejayaan rumah rakit. Pada tahun 1970-an, jumlah rumah rakit mencapai 300-an, sekarang merosot tinggal 100-an karena mahalnya biaya merawat rumah rakit. "Dulu semua rumah rakit diikat jadi satu supaya kuat. Dari ujung ke ujung panjangnya dua kilometer. Kita bisa naik sepeda dari ujung ke ujung. Bahkan ada pasar terapung di sungai, tapi sekarang tidak ada lagi," kata Abdul Roni mengenang masa lalu. 

Meski menjadi sesepuh, Abdul Roni tak kuasa mempertahankan rumah rakitnya dan harus mengalah pada tuntutan ekonomi. Dua tahun lalu Abdul Roni terpaksa membongkar rumah rakitnya dan mendirikan rumah di atas tanah tak jauh dari bekas lokasi rumah rakitnya. Kemas Abdurohim (72), mantan perangkat Desa Cinta Jaya, membenarkan asal-usul desa rumah rakit tersebut adalah orang-orang Palembang. Akan tetapi, semakin banyak warga yang membongkar rumah rakitnya lalu membangun rumah di darat.

Sumber: Kompas



Tuesday, February 26, 2019

Pempek ikan pedamaran



Pempek berbahan baku ikan parau atau ikan air tawar dengan ukuran kecil menjadi salah satu makanan khas warga di Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan.

Menurut salah satu warga pedamaran, biasanya setiap Ramadhan banyak orang yang menjual pempek tersebut.

Pempek ikan parau terbuat dari ikan kecil yang digiling bersama tulang-tulangnya sehingga memberikan rasa khas. "Makanan itu lebih gurih dibandingkan dengan makanan serupa dari daging ikan giling," katanya

Ia mengatakan, proses pembuatan pempek tersebut diawali dengan ikan parau atau ikan sepat dan seluang dibersihkan.




Selanjutnya, ikan yang berukuran satu jari orang dewasa itu ditumpuk sampai halus.

Setelah ditumbuk halus, ikan diolah dengan tambahan tepung sagu lantas diuleni.



Adonan dibentuk lenjeran besar atau dalam istilah Pedamaran disebut "pempek Batoan" untuk kemudian direbus sampai mengapung.


Dia menambahkan, sebagai pelengkap, juga disiapkan "cuko" kuah berbahan bawang putih, gula batok dan cabai.



Sebelum dimakan, pempek diiris untuk kemudian digoreng dan disantap selagi hangat.



Kecamatan Pedamaran berjarak sekitar dua jam perjalanan dari kota Palembang dengan menggunakan kendaraan roda empat.

Disini juga terdapat rumah-rumah kayu tinggi rapat di pemukiman padat yang di kelilingi Sungai Babatan tersebut.